Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SURAT KEPUTUSAN (SK) GUBERNUR TENTANG REKLAMASI TELUK BENOA: ISU SENTRAL KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP EKONOMI PROVINSI BALI

Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang 
Reklamasi  Teluk Benoa: Isu Sentral 
Kebijakan Publik Terhadap 
ekonomi Provinsi Bali

Oleh: Casmudi
Email: casmudi.vb@gmail.com

ABSTRACT

           A lot of investment coming into The Province of Bali increase significantly. This things to economic growth in the Province of Bali is growing very fast. The Province of Bali government issued a policy to compensate for the economic growth. Public policy in issuing The Province of Bali Government should pay attention to the elements used in the process to produce a broad policies that are beneficial to society. The findings confirmed that the policy issued by the Province of Bali Government give biased investment growth between South Bali and North Bali. Where, the economyc conditions of South Bali ahead than the economyc conditions of North Bali. The indication of infrastructure development which would damage the unbridled nature of Bali invite the attention of many parties. The Province of Bali is different from other provinces in Indonesia. Balinese people always put the teachings of Hindu philosophy, Tri Hita Karana and Sad Kertih in managing natural. This meant that no environmental damage that can reduce or ravage the chastity of Bali. With the release of Bali  Governor’s Decision of Letter No. 2138/02-C/HK/2012 about Permit Development and Use Rights and Benoa Bay Management has allegedly collided the regulations on it. From a variety of literature review and analysis found that the project reclamation plan which will be carried out by the investor provides a wide range of strong protests from various circles of society (religion, academics and indigenous) or called 3A. The attitude of Bali Governor who felt it was appropriate procedures in issuing The Governor’s Decision of Letter to make things worse. Because the insistence of various circles to force Bali Governor to revoke the Governor’s Decision of Letter and finally proved. Though, many circles doubted the attitude’s sincerity of Bali Governor. This is a lesson the Province of Bali Government more careful in making public policy.

Keywords:  public policy, The Governor’s Decision of Letter, Reclamation Benoa Bay.


PENDAHULUAN

           Bali, pulau nan eksotis dengan julukan “ the island of paradise” sudah terkenal seantero dunia. Alam dan budayanya benar-benar mengundang semua orang untuk datang mengunjunginya, dari sekedar berwisata sampai berbisnis untuk kelangsungan hidup. Pulau Bali yang selanjutnya menjadi Provinsi Bali dengan beribukota di Kota Denpasar terletak antara 8°03' - 8°50' lintang selatan, dan 114°25' - 115°42' bujur timur, di mana di dalamnya meliputi wilayah pulau dan beberapa pulau kecil. Provinsi Bali berbatasan, di sebelah  utara dengan Laut Jawa, di sebelah timur dengan Selat Lombok, di sebelah selatan dengan Samudra Indonesia, dan di sebelah barat dengan Selat Bali. Perekonomian Provinsi Bali secara mayoritas ditopang dari sektor pariwisata, yaitu dengan mengandalkan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Sarana akomodasi wisata yang tersebar di seluruh Provinsi Bali secara fakta menyebabkan kunjungan wisatawan mancanegara  ke  Provinsi  Bali  mengalami penurunan  5,97  persen  (q to q),  dari 765.874  orang  di Triwulan  IV-2013 menjadi  720.114 orang  di Triwulan  I tahun  ini. Namun jika dibandingkan Triwulan  I-2012 (y o y), kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Bali meningkat  tipis 1,39 persen saja (BPS Provinsi Bali, 2013).
           Menurut laporan BPS Provinsi Bali tahun 2013 juga menunjukan bahwa selama  tahun  2012 lalu, pertumbuhan ekonomi  Provinsi Bali mencapai  6,65 persen.  Bukan hanya dipengaruhi oleh sektor industri pariwisata yang semakin  berkembang  pesat, tapi disebabkan karena realisasi sejumlah  pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol/JDP (Jalan Di atas Perairan) yang turut memberikan  peran   bagi  tumbuhnya  perekono- mian di Bali.  Apalagi, menjelang   berlangsungnya  Konferensi Tingkat Tinggi  (KTT) Asia Pacific Economic Coorporation  atau  APEC Summit  pada Oktober  2013. Sedangkan menurut data  PDRB (Produk  Domestik  Regional  Bruto)  Provinsi Bali tahun  2012 menunjukkan bahwa lebih  dari  65 persen  aktivitas  ekonomi  Provinsi Bali dipengaruhi  oleh  industri  yang bergerak di bidang pariwisata  (sektor  perdagangan,  hotel  dan restoran;  pengangkutan dan komunikasi;  keuangan, persewaan,  dan jasa perusahaan serta  jasa-jasa), dan lebih dari 80 persen dipengaruhi oleh ekspor. Investasi  di Provinsi Bali  mengalami   pertumbuhan  tinggi   di   triwulan   IV-2012   sebesar   22,73 persen  (y o y ). Angka pertum- buhan tersebut mengalami peningkatan dibanding  triwulan sebelumnya yang sebesar  18,81 persen (y o y). Andil  investasi  terhadap  pertumbuhan ekonomi  triwulan  IV-2012  mencapai  6,42 persen, lebih  tinggi  dari  triwulan sebelumnya yang sebesar 5,10 persen (Bank Indonesia, 2012). Karena pesatnya perkembangan insfrastruktur di Provinsi Bali tersebut, memaksa Pemerintah Provinsi berniat untuk memberdayakan alam di Bali Selatan dengan maksud menarik investor agar bisa menambah beragam akomodasi wisata untuk mengantisipasi lonjakan wisatawan domestik maupun mancanegara di masa mendatang.
           Perkembangan insfrastruktur di Provinsi Bali yang pesat membuat banyak kalangan mengkhawatirkan pembangunan yang tidak terkontrol atau terawasi dengan baik bisa memberi dampak kerusakan alam dan budaya Bali. Pemerintah Provinsi Bali yang sedang berkuasa saat ini, disinyalir masyarakat Bali banyak yang kontra karena kontroversi atas kebijakan publik yang dikeluarkan. Dengan berbagai alasan, seperti bertentangan dengan filosofi agama Hindu, menghancurkan alam dan budaya Bali, memberi keuntungan kepada investor, tingkat kemiskinan semakin bertambah dan lain-lain membuat Pemerintah Provinsi Bali berhati-hati dalam membuat kebijakan publik, agar dalam implementasinya bisa diterima masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, kebijakan publik yang dikeluarkan banyak yang memberikan respon penolakan masyarakat, contoh: wacana dibukanya kembali Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Bedugul, Tabanan, pengelolaan kawasan Tahura (Taman Hutan Rakyat) di Pesanggaran, pembukaan bandara di Buleleng Barat dan pembangunan tambahan di komplek PT. Indonesia Power untuk Penambahan daya listrik. Yang terbaru dan memicu puncak polemik di semua kalangan masyarakat Bali adalah terbongkarnya SK Gubernur Nomor 2138/ 02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Teluk Benoa (Bali Post, 2013). Isi dari SK Gubernur tersebut memberikan keleluasaan kepada investor untuk mereklamasi Teluk Benoa dan menjadikan kawasan tersebut dengan berbagai fasilitas yang dikhawatirkan masyarakat Bali memberi dampak negatif terhadap kondisi alam dan budaya Bali.
   
PEMBAHASAN

           Membahas masalah kebijakan publik, tidak akan terlepas dari peranan  faktor ekternal, yaitu masyarakat yang akan menerima implementasi dari kebijakan yang dikeluarkan. Kebijakan publik membutuhkan analisa yang tajam dalam memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi saat kebijakan tersebut diterapkan ke masyarakat. Esensi kebijakan publik juga harus bermartabat, menjunjung cita-cita luhur bangsa Indonesia sesuai Pancasila dan UUD 1945 serta  memberikan  manfaat secara maksimal kepada masyarakat, khususnya masyarakat Bali agar tetap memegang teguh pada sistem nilai yang dianut.

Kebijakan Publik Pemerintah Provinsi
           Banyak pengertian dari “kebijakan publik” yang beredar di masyarakat. Menurut Subarsono (2006:2) mendefinisikan kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu. Abdul Wahab, Solichin (2005) dalam Casmudi (2013) dalam teorinya menegaskan, bahwa pembuat kebijakan publik adalah para pejabat publik termasuk para pegawai senior pemerintah (public bureaucrats), yang tugasnya tidak lain adalah untuk memikirkan dan memberikan pelayanan demi kebaikan publik/kemaslahatan umum (public good)”.  Sedangkan pengertian kebijakan publik menurut Dunn, William N. (2003) dalam Casmudi (2013) dalam uraiannya menyebutkan bahwa proses kebijakan publik adalah perlu adanya penyusunan agenda, formulasi kebijakan,  adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Lain lagi dengan analisanya J.E. Anderson (1979:3) menyebutkan, bahwa Public Policies are those policies developed by governmental bodies and officials atau kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian dari J.E. Anderson (1979:3) sepertinya menekankan pada pengembangan inisiatif, dan peranan pejabat, serta lembaga-lembaga pemerintah tanpa mengangkat nilai dari masyarakat. Padahal dalam kebijakan publik hendaknya membawa nilai-nilai yang beredar dalam masyarakat, seperti pendapat dari Easton (1953:129) yang memberikan arti Public Policy is the authoritative allocation of values for whole society  atau kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat. Nilai-nilai  diangkat dalam kebijakan publik agar tidak bertentangan dengan masyarakat.
           Agar kebijakan publik bisa berhasil dengan baik, maka masalah yang mendesak  adalah perlunya memperhatikan tahapan dalam membuat kebijakan publik. Tahapan kebijakan publik  menurut Dunn, William N. (2003) adalah 1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting), 2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation), 3. Pembuatan Kebijakan (Decision Making), 4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation), dan 5. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation). Tahapan kebijakan publik tersebut menjadi panduan Pemerintah Provinsi Bali dalam mengeluarkan kebijakan untuk kesejahteraan masyarakat. Tindakan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali pada dasarnya merupakan tindakan kewenangan Gubernur dalam menjalankan pemerintahan. Sesuai dengan azas desentralisasi, Gubernur sebagai kepala daerah Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan penuh untuk mengeluarkan segala kebijakan melalui mekanisme tahapan kebijakan publik yang ada.  Banyak tindakan yang dilakukan Gubernur sebagai Kepala Daerah tanpa menunggu persetujuan dari pihak lain (discretion) yang melanggar peraturan atau undang-undang. Mengacu pada UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memuat pembagian urusan/kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota/ kabupaten. Maka berbagai urusan/kewenangan tersebut seperti berikut ini merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sesuai dengan  pasal 13 ayat (1) meliputi :
1.      Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.      Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
3.      Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.      Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.      Penanganan bidang kesehatan;
6.      Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7.      Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8.      Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9.      Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10.  Pengendalian lingkungan hidup;
11.  Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12.  Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13.  Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14.  Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
15.  Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
16.  Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan undang-undang.
            Sedangkan pada pasal 13 ayat (2) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata.


                                        Gubernur Bali: Made Mangku Pastika
                           Sumber: http://www.beritabaliterkini.com/pemerintahan/
                                          undangan-pastika-dituding-dagelan.html
Pertumbuhan Ekonomi Bali dan Keluarnya SK Gubernur
            Saat ini perekonomian Provinsi Bali berkembang pesat. Berbagai insfrastruktur yang mendukung kemajuan pariwisata digenjot habis-habisan. Dari sektor properti sampai  ekonomi kreatif sangat dominan perkembangannya. “Perekonomian Bali terakselerasi pada   triwulan IV-2013. Pertumbuhan  ekonomi tercatat 6,94 persen (y o y), lebih  tinggi  dibanding  triwulan  sebelumnya  yang  mencapai  6,79 persen (y o y) dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,23 persen  (y o y). Peningkatan  pertumbuhan terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor primer dan sekunder, dengan sektor  utama yang  menopang  meningkatnya  pertumbuhan  adalah sektor pertanian. Sementara  kinerja sektor tersier mengalami perlambatan pertumbuhan di triwulan IV. Secara umum meningkatnya  perekonomian dipengaruhi oleh maraknya pembangunan infrastruktur di segala bidang,  serta  didukung oleh baiknya kondisi dan situasi bisnis sepanjang  triwulan IV sehingga mampu   mendorong   positifnya   kinerja perekonomian di akhir tahun” (Bank Indonesia, 2012). Jadi, secara nasional perkembangan perekonomian Provinsi Bali triwulan IV-2013 sudah melampaui standar pertumbuhan nasional sebesar 0,71persen. Angka pertumbuhan ekonomi yang tergolong di atas rata-rata. Meskipun kondisi Provinsi Bali merupakan kawasan pertanian, tapi perkembangan pembangunan insfrastruktur sangat signifikan. Jangan heran luasan kawasan pertanian, khususnya di Bali Selatan berkurang setiap tahun.
            Dilihat dari sisi investasi, menurut Kepala Bidang Pengkajian Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali Suta Astawa, dari realisasi investasi penanaman modal dalam negeri dan asing pada triwulan I/2013 di Provinsi Bali yang mencapai Rp. 1,6 triliun lebih, hanya 2,81%  (Rp. 45,46 miliar) yang diarahkan untuk sektor sekunder dan 0,03%  (Rp. 404,6 juta) untuk sektor primer. Oleh sebab itu, sektor tersier paling mendominasi yakni 97,16% atau Rp. 1,57 triliun dari total investasi yang ada. Dari jumlah investasi yang masuk ke Provinsi Bali secara mayoritas merupakan investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mencapai Rp. 1,49 triliun dan sisanya Rp. 73,68 miliar merupakan penanaman modal asing (PMA). Pada sektor tersier, investor paling berminat di bidang perdagangan dan reparasi, yakni untuk PMDN saja sebesar Rp. 1,38 triliun lebih. Kemudian disusul dengan investasi di bidang hotel dan restoran Rp. 57,55 miliar, sementara bidang perumahan, kawasan industri dan perkantoran dengan nilai investasi Rp. 25 miliar, serta sisanya investasi di bidang kontruksi, transportasi, gudang dan komunikasi (Ni Luh Rhismawati, 2013). Jadi, secara kongkret investasi yang masuk ke Provinsi Bali bergerak dalam bidang insfrastruktur. Hal ini dimungkinkan oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk menggerakan perekonomian dalam rangka meningkatkan gairah pariwisata yang datang ke Provinsi Bali.
            Perlu diketahui, bahwa perkembangan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Bali naik secara signifikan. Menurut laporan Bank Indonesia  dalam Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan  IV-2012 menunjukan bahwa perkembangan kunjungan wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara secara mayoritas bergerak naik. Hal ini dipengaruhi karena pembangunan insfrastruktur untuk meng-cover lonjakan wisatawan yang terus tumbuh.
          “... kunjungan wisman di triwulan IV-2012 tercatat 765.739 orang,  mampu  tumbuh  positif sebesar 8,67 persen  (y o y) setelah  pada  triwulan  sebelumnya  mengalami  kontraksi  3,09 persen  (yoy).  Kedatangan  wisman  di triwulan  IV- 2012  didominasi  oleh  wisatawan asal Australia  (share 28,15 persen),  diikuti  China  (9,90 persen),  Jepang  (6,69 persen), Malaysia (6,62 persen) dan Singapura (5,20 persen). Dilihat perkembangannya, peningkatan pertumbuhan ditunjukan oleh kunjungan  wisman  asal  China, Jepang  dan Singapura  yang masing-masing  tumbuh 31,51 persen,  26,14 persen dan 13,69 persen  (y o y). Selain itu peningkatan pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan positif wisman asal Australia, China, United Kingdom dan USA setelah mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan III. Dilangsungkannya pembangunan infrastruktur sebagai kesiapan Bali menjadi tuan  rumah  KTT  APEC 2013 (diantaranya pembangunan underpass Dewa Ruci, renovasi Bandara  Internasional Ngurah Rai, dan jalan tol Serangan-Ngurah Rai-Benoa) sempat menyebabkan   kemacetan   dan  polusi  di  beberapa   lokasi.  Kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak  pada melambatnya kunjungan  wisman secara  temporer. Namun  untuk mengatasi perlambatan lebih lanjut, dinas dan instansi terkait terus melakukan promosi pariwisata Bali” (Bank Indonesia, 2012).
           Promosi pariwisata yang dilakukan secara besar-besaran dengan mengadakan berbagai event/konferensi tingkat internasional memang sangat membantu untuk menarik jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali. Itulah sebabnya kebijakan Pemerintah Provinsi Bali  untuk mengimbangi pembangunan  insfrastruktur sebagai penambahan jumlah sarana pariwisata agar bisa menampung lonjakan wisatawan mancanegara, di mana yang paling dominan pada akhir tahun 2012 adalah wisatawan dari Australia dan China. 
            Hal lain yang paling menarik dalam mengkaji perkembangan masalah pariwisata di Provinsi Bali adalah ketidakmerataan perekonomian dan sebagai indikator adalah perolehan  pendapatan pariwisata dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada (8 kabupaten dan 1 kota). Jumlah omset yang diperoleh dari “kue’ pariwisata  masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Bali terkesan miring sebelah (tidak seimbang). Mari kita lihat proporsi omset dibidang pariwisata yang diperoleh beberapa kabupaten di Provinsi Bali sebagai berikut: 

  Klungkung     : 2 %
Buleleng        : 2 %
Karangasem   : 4 %
Tabanan         : 6 %
Bangli           :   8 %,
Jembrana       :  9 %,
Gianyar         :  15 %,
Denpasar       :  21 %, dan
Badung          :  32 % 

                    Pendapatan pariwisata di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
                                           Sumber: Bank Indonesia, 2012 (diolah).   
            Keadaan seperti grafik di atas menunjukan bahwa pendapatan yang diperoleh dari pendapatan pariwisata di Provinsi Bali sangat tidak seimbang. Pendapatan pariwisata yang mendapatkan prosentase lebih dari 15 persen didominasi  oleh Kabupaten/Kota dari Bali Selatan. Sangat bertolak belakang dengan pendapatan pariwisata di Bali Utara, yaitu dari Kabupaten Buleleng (Singaraja) hanya sebesar 2 persen. Padahal pendapatan dari pariwisata di Kabupaten Badung sebesar 32 persen (tertinggi seluruh Provinsi Bali). Hal ini dipengaruhi jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun manca negara yang diimbangi dengan banyaknya pembangunan insfrastruktur, seperti hotel, villa dan lain-lain.

                         Pembangunan insfrastruktur hotel, seperti di daerah Kuta (Bali Selatan)
                                                     Sumber: koleksi pribadi 

Kondisi pariwisata yang tidak merata di Provinsi Bali tersebut mengundang perhatian masyarakat, seperti para pengusaha yang mengharapkan agar hasil dari pariwisata bisa dinikmati secara merata seluruh Provinsi Bali. Kebijakan dari Pemerintah Provinsi Bali untuk menyeimbangkan perkembangan pariwisata di Bali Utara sangatlah bijak.  Dari kajian Bank Indonesia (2012) menunjukan bahwa harapan pengusaha/masyarakat Bali terhadap Pemerintah Provinsi Bali agar terjadi pemerataan hasil pariwisata, adalah sebagai berikut:

  Perbaikan insfrastruktur   :  5 %
Bantuan pembiayaan        :  7 %
Pemerataan kesejahteraan : 8 %
Kemudahan perijinan        : 9 %
Pemanfaatan tenaga lokal  : 10 %,
Destinasi wisata alternatif  : 15 %,
Promosi wisata yang aktif  : 19 %, dan
Membuka lapangan kerja   : 20 %
                
                Prosentase harapan masyarakat/pengusaha terhadap pemerataan pariwisata
                                          Sumber: Bank Indonesia, 2012 (diolah). 
 
            Secara fakta, kondisi pertumbuhan ekonomi di bidang pembangunan insfrastruktur didominasi di Bali Selatan. Pembangunan properti, dari pembangunan berbagai villa, hotel berbintang, sampai insfrastruktur jalan raya membuat kondisi Bali Selatan, seperti di kawasan Nusa Dua, Kuta, Pecatu dan lain-lain mengakibatkan pengerukan bukit kapur/galian C sebagai bahan bangunan dilakukan secara terus-menerus  tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Seperti terjadi di Nusa Dua dan Karangasem. Hal inilah yang membuat perhatian banyak pihak yang peduli lingkungan. Ada perasaan gelisah tentang kejadian yang akan terjadi bisa menyebabkan kerusakan lingkungan, sebagai contoh terjadinya longsor dan kandungan air bawah tanah berkurang karena akar pepohonan yang mampu menjaga sudah hilang. Di satu sisi Pemerintah Provinsi Bali melakukan kebijakan untuk pembangunan insfrastruktur secara besar-besaran, tapi di sisi lain kerusakan lingkungan terjadi tanpa terkontrol dengan baik. Akibat bencana yang terjadi akan kembali ke masyarakat Bali juga. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hendaknya diimbangi dengan kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi juga. Memang perlu kajian yang matang untuk menyikapi hal ini. Merupakan tugas Pemerintah Provunsi Bali sebagai “godfather” agar kebijakan publik tentang penegembangan insfrastruktur bisa berpihak ke segala lini. Pemerintah Provinsi Bali sudah bekerja keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi  hendaknya diimbangi dengan terjaganya lingkungan Pulau Bali agar tetap hijau. 

                    Pengerukan bukit kapur secara besar-besaran di Nusa Dua (Bali Selatan)
                                                      Sumber: koleksi pribadi 

Provinsi Bali yang berselimutkan budaya masa silam benar-benar mengundang para investor untuk menanamkan naluri bisnisnya. Mereka beranggapan dengan perkembangan pariwisata yang naik setiap tahunnya akan menambah jumlah pundi-pundinya. Dari sekian banyak kawasan di Provinsi Bali yang paling menarik adalah kawasan Bali Selatan. Memang terkesan timpang antara perkembangan insfrastruktur Bali Utara (sebelah utara gugusan gunung-gunung/Singaraja) dan Bali Selatan (sebelah selatan gugusan gunung-gunung/Kota Denpasar  dan sekitarnya). Tetapi kenyataannya, kebijakan Pemerintah Provinsi Bali memberikan ruang terbuka para investor untuk mengembangkan insfrastruktur di Bali Selatan. Kawasan yang paling menarik perhatian para investor  saat ini adalah rencana mereklamasi kawasan Teluk Benoa. Masyarakat Bali bilang bahwa kawasan Teluk Benoa seperti ”kawasan tajen” (bagian pisau tajam dipasang di kaki bagian belakang pada saat acara sabung ayam sebagai acara adat Bali).   Kalau dilihat sekilas, memang gambar peta Provinsi Bali bagaikan ayam sedang bertelur, dan di bagian kaki bagian belakang itulah kawasan Teluk Benoa diincar para investor kelas kakap.  

                             Gambar  peta Provinsi Bali bagai ayam sedang bertelur
                             Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, 1994. 

Rencana mereklamasi kawasan Teluk Benoa memang menjadi berita yang santer saat ini. Pemerintah Provinsi  Bali tanpa mengemban azas transparansi, masyarakat Bali dibuat ketar-ketir dengan adanya berita tersebut. Disinyalir, rencana reklamasi Teluk Benoa sesuai prosedur dan telah dilakukan  kajian secara mendalam oleh Tim dari Universitas Udayana. Bukan itu saja, ada keinginan untuk melakukan kajian tandingan yang keluar dari rencana DPRD Bali. Adanya keinginan DPRD agar ada kajian pembanding yang didanai APBD ditentang berbagai kalangan karena akan mengahabiskan dana sekitar Rp. 3 miliar dan aspek hukum dari rencana reklamasi itu tidak terpenuhi (Bali Post, 20 Juli 2013). Tetapi kabar yang santer tersebut tidak direspon oleh Gubernur sebagai petinggi Provinsi Bali. Padahal berbagai kalangan masyarakat Bali meminta pendapat keingintahuan tentang proyek reklamasi Teluk Benoa secara langsung dari Gubernur Bali. Akhirnya, terkuaklah tentang keluarnya SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Teluk Benoa PT. Tirta Wahana  Bali Internasional (TWBI) menjadi kenyataan. Hal yang menarik juga adalah terungkap rekomendasi DPRD Bali yang dijadikan acuan Gubernur untuk mengeluarkan SK reklamasi sarat dengan manipulasi. Di mana kajian DPRD Bali melalui komisi I dan III telah tegas menyebutkan agar eksekutif membuat kajian tandingan (di luar Unud) sebelum diterbitkannya SK ( Bali Post, 20 Juli 2013).
            Untuk menjaga privasi/wibawa sebagai orang nomor satu di Provinsi Bali, dengan percaya diri Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan bahwa Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Teluk Benoa sudah sesuai prosedur. Mantan Kapolda Bali ini juga membenarkan proyek reklamasi Teluk Benoa sudah dibahas dalam Masterplan Percepatan, dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang  persiapannya sudah matang. "Cuma orang selalu ribut, masak kita ajak ngomong semua orang,  tidak mungkin. Kan ada perwakilan, kita tidak mungkin bicara pada semua orang satu-satu," ujarnya (Kompas,2013). Terkuaknya mengenai keluarnya SK Gubernur tersebut membuat banyak kalangan pejabat penting di Provinsi Bali lainnya berkomentar garang.  Bahkan Cok Ratmadi, Ketua DPRD Bali menyodok dan menyayangkan Gubernur Made Mangku Pastika terlalu grasu-grusu mengeluarkan SK izin reklamasi yang melanggar berbagai aturan hukum diantaranya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Perkotaan Sarbagita yang mengatur bahwa kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi serta Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang salah satu pasalnya menegaskan bahwa reklamasi tidak boleh dilakukan di kawasan konservasi (Berita Dewata, 2013).  Lain lagi dengan komentar Guru Besar Fakultas Sastra Unud, Prof. I Gusti Made Sutjaya mengatakan, dari segi Forensik Lingustik, ada pengunaan bahasa yang aneh dan wacana yang tidak konsisten dari pemimpin Bali soal rencana reklamasi itu. "Dari semua wacana yang ada, tidak ada konsistensi dari pemimpin Bali. Tidak ada keajegan omongan. Mulanya mengaku tidak tahu ada rencana reklamasi tetapi setelah SK izin reklamasi diungkap media, baru mengakui itu ada. Ada pula pembohongan rakyat. Pembohongan dalam pengeluaran SK itu. Dengan tujuan apa? Ini yang patut ditelusuri  (Bali Post, 2013).
            Bahkan, keluarnya SK Gubernur tersebut sangat bertentangan dengan berbagai peraturan yang keluar lebih dulu dan mengupas hal yang sama. Bali Post yang terbit tanggal 18 Agustus 2013 menegaskan, bahwa SK Gubernur melabrak beberapa peraturan, seperti:
1.      Perpres no. 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Sarbagita yang menegaskan dalam pasal 55 ayat (5) huruf a dan b, bahwa perairan teluk Benoa dan Pulau Pudut adalah kawasan konservasi;
2.      UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diuji di MK dan putusan MK mencabut seluruh pasal terkait hal pengusahaan perairan pesisir (HP3);
3.      Perpres 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang dalam pasal 2 ayat (3) menyebutkan reklamasi tidak dapat dilakukan di kawasan konservasi dan alur laut;
4.      Perda nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRWP) Bali; dan
5.      UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
            Menurut Gubernur Made Mangku Pastika, Teluk Benoa yang akan direklamasi 838 hektar, tapi luasan hasil reklamasi yang murni untuk kepentingan bisnis investor  sekitar 100 hektar sisanya dibangun berbagai fasilitas umum, serta 400 hektar lebih untuk kawasan hutan. Katanya, “investor yang yang memegang izin juga wajib merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya dan melaporkan kegiatannya secara berkala kepada gubernur setiap enam bulan” (Bali Post, 16 Agustus 2013).  Banyak fasilitas yang akan dibangun sesuai dengan rencana reklamasi para investor,  tetapi pada intinya efek yang ditimbulkan di masa mendatang akan ada pihak yang dirugikan, seperti kaum nelayan yang biasa mangkal untuk mencari ikan di sekitar Teluk Benoa. Banyak pihak yang mengharapkan agar bendesa adat yang menaungi Teluk Benoa tidak memberikan izin kepada para investor untuk mereklamasi Teluk Benoa tersebut.  Wakil Ketua DPRD Badung I Made Sunarta mengatakan, bahwa desa adat merupakan benteng terdepan dalam mengawal Tri Hita Karana, khususnya pelestarian alam dan budaya Bali. Peran desa adat, khususnya bendesa, dalam memfilter investasi yang masuk sangatlah penting. Di tangan mereka jugalah nasib Bali berada (Bali Post, 6 Juli 2013).
            Teluk Benoa merupakan kembang yang sedang mekar. Banyak investor yang mengincar kemanfaatannya. Sesuai pemberitaan koran Bali Post yang terbit tanggal 6 Juli 2013, mengatakan bahwa Plt. Kepala Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) yang kini menjabat Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Bali Cok Ngurah Pemayun, menegaskan bahwa Teluk Benoa diincar oleh beberapa investor yang berkeinginan untuk membangun berbagai fasilitas. Investor-investot tersebut adalah:
1.      PT. Tirta Wahana  Bali Internasional (TWBI);
2.      PT. Bangun Segitiga Mas (BMS);
3.      PT. Jaya Properti; dan
4.      PT. Jaya Garda.
Investor-investor tersebut harus mempresentasikan rencana gagasan proyeknya di hadapan Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Bali agar bisa ditindaklanjuti.

Daftar Investor yang Mengincar Teluk Benoa


Nama Perusahaan


Tujuan proyek yang akan dibangun

Presentasi proyek ke Bappeda Bali
1.      PT. Tirta Wahana  Bali Internasional (TWBI).
Reklamasi, bangun akomodasi  wisata
Sudah presentasi
2.      PT. Bangun Segitiga Mas (BMS)

Reklamasi, sirkuit F1 s/d pela- buhan
Sudah presentasi
3.      PT. Jaya Properti

Reklamasi, bangun akomodasi wisata
Belum presentasi
4.      PT. Jaya Garda

Reklamasi, bangun akomodasi wisata
Belum presentasi

 Sumber: Bali Post, 6 Juli 2013 (diolah)

Banyak alasan mengenai gagasan proyek yang akan digarap para investor, agar proyek tersebut lolos kajian dan diterima dengan baik dari berbagai kalangan. Reklamasi yang diajukan  para investor tentang Teluk Benoa dan pulau Pudut sama, yaitu untuk kawasan penyangga Tsunami, dan ada rencana memangun sarana pariwisata. Perlu diketahui, bahwa
Menurur Bali Post, 6 Juli 2013, syarat-syarat dikeluarkannya rekomendasi reklamasi Teluk Benoa menurut Pemprov Bali adalah: 1. Membuat pra-feasibility study (FS) atau kajian komprehensif; dan 2. Memenuhi aturan hukum. Sedangkan menurut Cok Ngurah Pemayun, menegaskan mengenai rangkaian rencana reklamasi Teluk Benoa agar memperoleh izin Pemerintah Provinsi Bali  sangatlah panjang, yaitu:
1.   Investor atau tim akademisi yang ditunjuk investor mesti membuat pra-feasibility study (FS);
2.      Presentasi ke Bappeda, akan dilihat apakh peruntukannya sesuai atau tidak dari aspek tata ruang dan kehutanan;
3.      Bappeda turun ke lapangan melihat lokasi dan koordinat kawasan  yang akan direklamasi;
4.      Menunggu kajian secara akademis  dari tim Unud; dan
5.      Jika memenuhi semua persyaratan, dikeluarkannya Ijin Prinsip.
Menanggapi komentar miring dari masyarakat Bali dan kalangan birokrasi di Pemerintah Provinsi Bali yang kontra dengan rencana reklamasi tersebut, salah satu investor yang berniat mereklamasi Teluk Benoa, PT. Bangun Segitiga Mas (BMS), dengan Komiaris Mde Jayantara dan Dirut Candra Wijaya telah melakukan berbagai tindakan agar rencana proyeknya bisa lolos reklamasi, seperti rencana proyek sudah diajukan untuk dipresentasikan  ke Badan Pengawasan Pemerintah Daerah (Bappeda) bulan Mei 2012. PT. Bangun Segitiga Mas (BMS) telah menyiapkan dana 3 milliar dollar/30 triliun untuk megaproyek  Benoa Harbour Town dengan membangun pelabuhan laut internasional, pelabuhan peti kemas berstandar internasional, pelabuhan perikanan dan cold storage, doking perbaikan kapal nelayan, pelabuhan wisata, sport complex, apartemen, pelabuhan yatch, galery seni dan club house, sea world, marina club house, water world, amphiteater berstandar internasional, sarana ibadah dan sirkuit F1. Juga melakukan normalisasi terhadap arus eksisting tempat bermuaranya sungai yang berada  di kawasan tersebut.  PT. BSM mengklaim sudah mempersiapkan teknologi terkini dan melakukan kajian komprehensif  meliputi zona pemanfaatan pelabuhan Benoa, kondisi lingkungan, kondisi morfologi perairan, topografi dan bathimetri, hidrologi, hidro-oceanografi perairan, karakteristik gelombang, kondisi sosial budaya masyarakat, melakukan sosialisasi dan mohon dukungan Desa Adat Pesanggaran,Serangan, Kedonganan, Jimbaran, Bualu, Tanjung Benoa dan Benoa (Bali Post, 6 Juli 2013). Meskipun, kenyataannya SK Gubernur yang memberikan rekomendasi reklamasi Teluk Benoa diberikan kepada PT. Tirta Wahana  Bali Internasional (TWBI).

Karakter Pemimpin Bali
            Kepemimpinan di Provinsi Bali saat ini mengingatkan kita pada kepemimpinan saat Orde Baru  di mana kekuasaan otoriter mengalahkan segalanya dalam membuat kebijakan publik. Kekuasaan mampu membuat para birokrat tak tersentuh hukum dan bebas melakukan tindakan dalam mengeluarkan kebijakan publik.  Mereka diposisikan sebagai oligarch yaitu pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya mineral yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial ekslusifnya. Ini menandakan bahwa pascareformasi, keruntuhan Orde Baru bukanlah keruntuhan atas rezim yang korup, melainkan hanyalah pergantian orang-orang dalam kekuasaan. Sudah tentu diikuti dengan persemaian  dan perluasan wilayah (Bali Post, 20 Juli 2013). Kekuasaan yang ada sekarang di Provinsi Bali seperti kekuasaan yang “ganti kulit”, tapi style of leaderships tetap mengacu  pada kepemimpinan Orde Baru. Kebijakan publik yang dikeluarkan semata-mata tidak mengedapankan kepentingan publik. Bahkan, kebijakan publik yang diambil oleh Gubernur Bali tentang reklamasi Teluk Benoa tanpa memperhatikan tuntutan-tuntutan dari masyarakat sepertinya menganut dari pengertian kebijakan publik dari Dye (1978:3), bahwa kebijakan publik (public policy) adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan (public policy is whatever governments choose to do or notto do). Tanpa memperhatikan apakah kebijakan publik tersebut diterima atau tidak oleh masyarakat.
            Tindakan yang dilakukan oleh Gubernur Bali dengan keluarnya SK Gubernur sepertinya memaksakan kehendak. Memimpin dalam membangun Bali memerlukan hati nurani. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang bertanggung jawab nanti atas kehancuran Bali adalah pemimpin Bali itu sendiri, tegas Dr. Anak Agung Gede Raka, tokoh puri Bitera Gianyar (Bali Post, 18 Agustus 2013). Gubernur juga harus memperhatikan akibat-akibat yang terjadi di masa depan  mengenai reklamasi Teluk Benoa.  Menurut Nugroho, Kandung Sapto (2007), dalam sebuah analisa kebijakan publik menegaskan bahwa hendaknya sebuah analisa kebijakan publik perlu memikirkan masa depan, yang terbagi atas: 1. Masa Depan Potensial (Potential Future) yaitu: situasi masa depan yang berbeda dengan situasi sosial yang memang terjadi (contoh: akibat penebangan hutan yang terus menerus menyebabkan bencana alam, kekurangan persediaan air, musnahnya satwa, dan global warming), 2. Masa Depan Masuk Akal (Plausible Future) yaitu: situasi masa depan yang atas dasar asumsi akan terjadi apabila pembuat kebijakan tidak melakukan intervensi (contoh: bencana alam, kekurangan persediaan air, global warming, dan musnahnya satwa sangat logis dapat terjadi), dan 3. Masa Depan Normatif (Normative Future) yaitu: masa depan yang seharusnya terjadi (contoh: lebar jalan raya diperluas, manajemen lalu lintas disempurnakan, dan pertumbuhan jumlah kendaraan dikontrol ketat, maka jumlah kecelakaan lalu lintas di masa depan akan berkurang).
           Menyikapi masalah reklamasi Teluk Benoa, perlu adanya tindakan pengelolaan aset Pemerintah Provinsi Bali. Pengelolaan aset Pemprov Bali yang bersifat komersial (bisnis) sering mendapat sorotan karena ada indikasi penyimpangan, pelanggaran aturan, atau pun kongkalikong. Buktinya, pengelolaan aset Pemprov Bali terus menjadi temuan BPK. DPRD Bali seharusnya makin ketat melakukan pengawasan dan menindaklanjuti masalah krusial seperti lamanya waktu penyewaan aset misalnya mencapai 30 tahun atau malah  55 tahun seperti penyewaan hutan mangrove di Tahura. Akan bermasalah kalau jangka waktunya lama. Aset Pemprov hendaknya dikelola secara terpisah melalui BUMD. “Pisahkan saja pengelolaan aset agar ditangani BUMD , sehingga bukan Gubernur yang menandatangani kontrak sewa-menyewa, tapi Direktur BUMD yang profesional di bidang aset” kata Akademisi Unwar Ir. I.B. Komang Mahardika, Msi (Bali Post, 22 Juni 2013). Tetapi, kenyataannya mengenai reklamasi Teluk Benoa yang berhembus kencang dan terbukti serta ada anggapan masyarakat untuk mengalihan investasi ke Bali Utara, Gubernur Bali mempunyai sanggahan tersendiri. “Karena mereka yang punya duit maunya di situ. Hendaknya diingat, dengan adanya investasi, perekonomian Bali akan tumbuh dan pasti ada perubahan”. Gubernur dengan mengeluarkan SK reklamasi berupaya memikirkan lapangan kerja generasi muda Bali untuk beberapa tahun ke depan dan itu harus dipikirkan mulai dari sekarang. Belum lagi lima tahun lagi wisatawan  yang datang ke Bali bisa menjadi 10 juta dan itu membutuhkan tambahan sarana akomodasi wisata. “Saya juga setuju ada pemerataan wisata, apakah insfrasruktur di luar Bali Selatan sudah bisa memenuhi keinginan investor dan adakah hal baru yang menjadi daya tarik wisatawan di sana” tambahnya (Bali Post,16 Agustus 2013).

Pelanggaran Terhadap Tri Hita Karana  dan Sad Kertih
            Keluarnya SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Teluk Benoa disinyalir akan merusak kondisi alam dan budaya Bali. Banyak hal-hal negatif yang akan ditimbulkan, jika rencana tersebut terealisasi. Ha-hal negatif yang timbul dari tindakan reklamasi telah terbukti, contohnya: reklamasi di pulau Serangan ternyata menimbulkan abrasi di Sanur, Pantai Lebih, dan Watu Klotok. Ada cara yang alami untuk mengatasinya, yaitu dengan menanam pohon bakau (mangrove) yang terbukti secara alami mampu  mengatasi abrasi ke tempat lain dan sesuai dengan kebijakan Pemerintah sebelumnya serta tinggal melanjutkan (Bali Post, 2013). Sedangkan menurut Bali Post tanggal 20 Juli 2013, bahwa Guru Besar FH Unud, Prof. Dr. Ibrahim R. SH, MH, mengatakan rencana reklamasi Teluk Benoa merupakan isu sentral bagi Bali dan akan berdampak negatif serta dapat mempercepat kehancuran Bali. Sad kertih yang dipegang teguh masyarakat Bali, laut merupakan kawasan suci. Ketika laut diuruk, maka kesucian dan taksu Bali akan terkikis, keajegan Bali terancam. Sedangkan menurut Metronews (2013), bahwa mengenai kawasan Teluk Benoa telah diatur dalam Perpres Nomor 45 tahun 2011 tentang Tata Ruang Sarbagita masuk dalam zona konservasi sehingga tidak bisa dibangun untuk kepentingan pariwisata. Belum lagi, keluarnya SK gubernur juga tidak memenuhi syarat. Di antaranya menggunakan feasibility study (FS) tim LPPM Unud yang belum final. 

                             Salah satu sudut daerah Pelabuhan Benoa dan JDP
                                             (Jalan Tol Bali di atas Perairan)
                                                  Sumber: koleksi pribadi

Meskipun keluarnya SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Teluk Benoa juga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya UU Nomor 27 tahun 2007 tentang WP3K di mana sebagain pasal terkait hak pengusahaan perairan pesisir sudah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK). Tindakan yang dilakukan oleh Gubernur Bali juga telah melabrak sendiri Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 570/1665/BPM Tahun 2011 tentang penghentian sementara (moratorium) pembangunan hotel di Bali Selatan (Berita Bali Terkini, 2013). Untuk meredakan konflik yang sedang berkembang setelah masyarakat tahu tentang  keluarnya SK Gubernur, tindakan yang dilakukan Gubernur Bali selanjutnya adalah megundang berbagai kalangan untuk berbicara bersama dan memberikan pandangan di Kantor Gubernur. Namun, banyak kalangan menanggapi, bahwa tindakan Gubernur tersebut adalah sebagai tindakan untuk menarik simpati. Seperti apa yang dikatakan oleh Wayan “Gendo” Sudarsana yang bertindak sebagai Ketua Walhi Bali, bahwa dirinya masih ingat bagaimana SK Pengusahaan Tahura (Taman Hutan Rakyat) seluas 102,22 hektare kepada PT. Tirta Rahmat Bahari. Saat itu, gubernur juga mengeluarkan SK secara diam-diam. Ketika ketahuan publik, barulah Pastika mengundang berbagai kalangan untuk berembuk. Pola yang dilakukan adalah mengajak rembukan. Tetapi, rembukan tersebut hanya untuk melegitimasi saja agar terlihat partisipatif, sebab masukan atau penolakan diabaikan juga.
            Banyak kalangan yang menanggapi tentang tindakan Gubernur Bali  tersebut. Peme-rintah harus memperhatikan kepentingan rakyat kecil dan masa depan Bali. Jika lingkungan alam Bali rusak, maka pariwisata Bali ikut rusak sehingga semuanya akan dirugikan. Gubernur maupun para bupati yang memiliki kewenangan menerbitkan izin atau rekomendasi hendaknya melakukan proses seleksi, apakah investor tersebut layak dan mampu menjaga lingkungan, melestarikan adat dan budaya Bali. "Kalau jadi gubernur atau bupati, jangan jadi jadi hamba investor. Jadilah Gubernur rakyat Bali, jadilah Bupati rakyat Bali, jangan jadi Gubernur investor atau Bupatinya para investor," kata Gunastawa, Ketua DPW Partai Nasdem Bali ini (Okezone, 2013). Menurut Ni Luh Rhismawati (2013), bahwa  Dekan Fisip Universitas Ngurah Rai Dr. Luh Riniti Rahayu mengatakan, "Saya harapkan ke depan pemerintah dalam mengambil keputusan lebih berhati-hati dan sesuai dengan prosedur administrasi negara yang berlaku. Dengan demikian, tidak ada lagi kesan tidak transparan dalam pengambilan kebijakan". Sebenarnya peraturan yang menaungi masalah tata ruang Bali sudah komplit. Sebagai kota pariwisata yang mengedepankan keluhuran peninggalan nenek moyang dari tingkat birokrasi yang paling dasar sudah dijelaskan melalui peraturan, agar tata kelola bisa berjalan dengan baik. Hal itulah yang selalu ditegaskan oleh Gubernur Bali. Menyikapi masalah reklamasi sebagai investasi yang bermanfaat bagi masyarakat Bali, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan, "Bali sudah punya Perda Desa Pakraman, Perda Pariwisata Budaya, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan juga sedang disusun perda lainnya yang mengatur tata ruang. Jadi, aturan mengenai investasi sebenarnya sudah cukup" (Ni Luh Rhismawati, 2013).

Penolakan SK Gubernur  
            Dalam ilmu kebijakan publik, bahwa penolakan masyarakat Bali terhadap SK Gubernur disebabkan karena banyak faktor. Menurut J.E. Anderson, menegaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Bali tidak mau menerima kebijakan publik berupa SK Gubernur tentang reklamasi Teluk Benoa, dikarenakan:
1.      Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai masyarakat. SK Gubernur tersebut secara tajam telah bertentangan dengan sistem nilai yang dianut masyarakat Bali, yaitu filosofi Tri Hita Karana dan Sad Kertih;
2.      Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum. Masyarakat ada yang patuh, seperti para investor atau pelaku usaha yang ingin memanfaatkan keuntungan dari implementasi SK Gubernur tentang reklamasi Teluk Benoa. Tapi secara mayoritas masyarakat Bali menentang tentang kebijakan keluarnya SK Gubernur, karena dampaknya dampak merusak keajegan Bali;
3.      Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi/kelompok. Masyarakat Bali bisa patuh atau tidak pada kebijakan keluaranya SK Gubernur, karena keterlibatannya dalam keanggotaan organisasi atau kelompok yang ide-ide gagasannya tidak sesuai dengan SK Gubernur tersebut, seperti organisasi Walhi, Kekal, Gempar dan lain-lain; dan
4.      Adanya ketidakpastian hukum. Sumber ketidakpatuhan atau penolakan masyarakat Bali pada SK Gubernur tersebut dapat pula terjadi karena ketidakjelasan aturan SK Gubernur yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang diatasnya (lebih tinggi).
 Penolakan secara tegas masyarakat Bali disanggah tegas juga oleh Gubernur Bali, bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa semata-mata bertujuan sebagai penyangga tsunami, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka pengangguran. Dari alasan tersebut yang tidak masuk akal adalah sebagai penyangga tsunami. Ketua Pusat Penelitian Industri dan Energi Univesitas Udayana (Unud), Prof. Gusti Bagus Wijaya Kusuma,  menilai bahwa alasan tersebut terlalu mengada-ada. Alasannya, kawasan yang paling mungkin bisa kena tsunami yakni Bali Utara, dan barat laut Bandara Ngurah Rai Bali. Sementara Teluk Benoa yang akan direklamasi berada di sebelah timur bandara dan juga bukan merupakan kawasan rawan tsunami. Dikatakan pula, syarat untuk terjadinya tsunami, laut itu harus mempunyai kedalaman di atas 3.000 m. Sementara laut di Bali khususnya di Teluk Benoa merupakan laut dangkal dan jauh di bawah 3.000 m.
Kelompok yang gencar menyuarakan tentang revisi RTRW diharapkan masyarakat Bali bisa bersuara lantang kembali. Kelompok Akademisi, Agama, Adat (3A)  beranggapan RTRW harga mati untuk menyelamatkan Bali (Bali Post, 20 Juli 2013). Banyak organisasi masyarakat yang mulai menyuarakan perasaan penolakan terhadap SK Gubernur. Seperti, puluhan komponen masyarakat Bali yang tergabung ForBali (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi) mendatangi kantor DPRD Bali. Mereka menolak reklamasi Teluk Benoa dan mendesak DPRD Bali bersikap tegas mendesak Gubernur mencabut SK dan memberi deadline. Mereka juga mendesak semua kajian terkait reklamasi dihentikan. Menurut Ketua Walhi Bali Wayan ''Gendo'' Suardana mengatakan, ForBali ini merupakan aliansi masyarakat sipil lintas sektoral/lembaga di antaranya mahasiswa, LSM, seniman, kelompok spiritual, pemuda, pengusaha, LSM dari Frontier, Kekal Bali, Getar 838, Yayasan Wisnu, Manikaya Kauci, FPBD, SKPPLH dan masih banyak lainnya, semua punya keresahan sama terkait reklamasi dan menolak reklamasi (Bali Post, 2013). Tampak juga Ketua Forum Peduli Bali Dwipa (FPBD) Gede Bangun Nusantara, Koordinator SKPPLH Bali Made Mangku, tokoh spiritual, personel SID Jerinx serta sejumlah seniman dan LSM, bahkan dua orang difabel (penyandang cacat) tampak begitu antusias ikut aksi itu. Dalam pernyataan sikapnya, Ketua Walhi Bali Wayan ''Gendo'' Suardana, menyuarakan beberapa tuntutan yang disampaikan ForBali. Pertama, cabut SK Gubernur No. 2138/02-C/HK/2012, Kedua, cabut rekomemdasi DPRD Bali No. 660/14278/DPRD prihal dukungan kepada eksekutif untuk menindaklanjuti kajian LPPM Unud, Ketiga, hentikan semua kajian yang berkaitan reklamasi, dan Keempat, perkuat kebijakan di kawasan konservasi sesuai prinsip-prinsip konservasi (Bali Post, 2013).
            Selain aksi di depan gedung DPRD Bali, beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) seperti Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali yang terdiri dari gabungan organisasi dan mahasiswa peduli lingkungan hidup BEM UNHI, PPMI DK Bali, Frontier Bali, Bali Outbond Community, Walhi Bali juga menggelar aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa. Mereka menggelar aksi di depan Kantor Gubernur dengan kawalan dari aparat (Metronews, 2013). Banyak tudingan miring yang dialamatkan kepada Gubernur Bali. Seperti, Walhi menuding keinginan investor untuk mereklamasi Pulau Pudut untuk mengembalikan luas pulau seperti semula yaitu yang 8 ha, hanya kedok untuk meloloskan megaproyek yang akan dilakukan di Teluk Benoa (Bali Post, 2013). Berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Aktivis lingkungan Gede Bangun Nusantra, yang mengatakan keluarnya SK Gubernur tentang izin reklamasi Teluk Benoa merupakan upaya menjual Bali kepada investor dan berkaitan erat dengan aliran dana kampanye Pilgub Bali, terbukti banyak proyek muncul saat menjelang Pemilukada Bali 2013 (Bali Post, 2013). Menurut koran Bali Post tanggal 27 Juli 2013, memberitakan bahwa penolakan tentang SK Gubernur Bali juga diutarakan dari kalangan mahasiswa Bali. Kalangan mahasiswa yang menolak reklamasi Teluk Benoa, seperti:
1.      Presiden Mahasiswa Universitas Mahendradatta, I Wayan Agus Pratama, yang mengatakan bahwa Gubernur Bali sudah melanggar  berbagai unsur hukum dan berbohong kepada publik (rakyat Bali).
2.      BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Agus Kardiyasa mengharapkan Gubernur Bali agar mencabut SK Gubernur yang mengizinkan reklamasi di kawasan konservasi Teluk Benoa.
3.      Ketua BEM Universitas Hindu (Unhi), Ni Putu Era Sukmayanti menyatakan bahwa keindahan alam Bali jangan dirusak karena keinginan untuk mereklamasi Teluk Benoa yang sudah pasti merusak lingkungan dan arus air laut di sana.
            Yang paling unik adalah gaya penolakan SK Gubernur yang dilakukan oleh Gerakan Masyarakat Pemuda Tolak Reklamasi (Gempar) Teluk Benoa. Sesuai berita Bali Post tanggal 3 Agustus 2013, melansir tentang Gempar yang menggelar demonstrasi di perairan teluk Benoa menolak rencana reklamasi. Tokoh masyarakat Tanjung Benoa I Wayan Dipta, menguatkan keputusan masyarakat Tanjung Benoa  yang tidak setuju dengan rencana reklamasi Tanjung Benoa. Pasalnya, tindakan tersebut dikhawatirkan membuat Tanjung Benoa tenggelam. Apalagi daratan hasil reklamasi ketinggiannya 6 m di atas permukaan laut atau lebih tinggi ketimbang daratan Tanjung Benoa yang hanya 3 m di atas permukaan laut dan sudah ada keputusan di sabha desa tanggal 1 Agustus 2013. Oleh sebab itu, Gempar Teluk Benoa mengeluarkan pernyataan sikap, sebagai berikut:
1.      Menolak reklamasi Teluk Benoa;
2.      Menuntut Gubernur unutk mencabut SK reklamasi;
3.      Menolak pengkaplingan dan perampasan sumber kehidupan rakyat di teluk Benoa;
4.      Menyetujui rehabilitasi pulau Pudut seluas 8 ha dan menolak reklamasi Teluk Benoa seluas 838 ha; dan
5.      Menuntut gubernur untuk konsisten dan melaksanakan surat edaran moratorium izin akomodasi pariwisata di Bali Selatan yang dibuatnya sendiri.

                               Gerakan penentang rencana reklamasi Teluk Benoa
                                        Sumber: ANTARA/Nyoman Budhiana/ip

Pencabutan SK Gubernur
            Keluarnya SK Gubernur telah memenuhi kuota penolakan dari berbagai kalangan masyarakat Bali, meskipun secara ekonomi menurut Gubernur Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran karena naiknya pariwisata. Tetapi, masyarakat Bali melihatnya dari sisi mempertahankan keajegan Bali. Masyarakat Bali berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga alam dan budayanya berjalan apa adanya, khususnya kawasan sungai, danau, hutan, dan laut (ajaran sad kertih) dan menjaga keseimbangan manusia, alam dan Tuhan (Tri Hita Karana). Oleh sebab itu, banyak upaya agar SK Gubernur dicabut secepatnya. SK Reklamasi Teluk Benoa yang dikeluarkan Gubernur harus dicabut karena Perpres Sarbagita Nomor 45 Tahun 2011 Pasal 93 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan secara tegas menyatakan bahwa kawasan Teluk Benoa adalah Kawasan Konservasi. Selanjutnya Dalam pasal Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 2 ayat (3)  Reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut (Metro News, 2013). Bahkan masalah keluarnya SK Gubernur telah memasuki ranah Ombudsman RI Wilayah Bali. Pengkajian dan klarifikasi terhadap SK Gubernur bernomor 2138/02-C/HK/2012 tentang tentang Pemberian Izin Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali tertanggal 26 Desember 2012 itu telah ditetapkan menjadi salah rencana kerja Ombudsman Bali untuk semester II/2013. Sementara itu Asisten Ombudsman RI Perwakilan Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti mengatakan akan ada dampak sistemik jika ternyata ada masalah dalam dalam proses keluarnya SK tersebut (Ni Luh Rhismawati, 2013).
            Sesuai berita di koran Bali Post tanggal 18 Agustus 2013, bahwa “Semangat kajian yang dilakukan LPPM Unud di teluk Benoa ini bukan untuk kepentingan ilmiah melainkan atas pesanan investor yang ingin mereklamasi kawasan itu. Jadi, kajian ini mesti distop dan jangan sampai Unud menjadi alat investor” kata Pengamat Lingkungan Dr. Made Mangku. Apalagi nada pedas keluar dari Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, Wayan "Gendo" Suardana meminta supaya SK terkait reklamasi Teluk Benoa segera dicabut karena dipandang bertentangan dengan UUD 1945. SK Reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Bali, semangatnya  sama dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dalam UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.  Di mana, HP3 merupakan instrumen sertifikasi yang melegalkan pengusahaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kegiatan budidaya, pariwisata, dan pertambangan kepada sektor swasta, termasuk asing. Padahal instrumen HP3 telah dicabut Mahkamah Konstitusi, maka SK Gubernur dengan semangat yang sama secara otomatis harus dicabut (Kompas, 2013).
            Banyak usaha yang dilakukan untuk mendorong Gubernur Bali mencabut SK Gubernur. Hal tersebut dilakukan agar implementasi reklamasi Teluk Benoa tidak terlanjur dilakukan.  Dari kalangan DPRD menyarankan agar SK Gubernur tersebut sebaiknya dicabut. DPRD Bali mengharapkan adanya respons cepat dari Gubernur Bali untuk mencabut SK yang telah dikeluarkan. Tetapi karena bertindak lambat, maka DPRD Bali mengindikasikan  upaya Gubernur Bali yang tidak sungguh-sungguh dalam mencabut SK yang dimaksud.  Bahkan desakan dari Wayan “Gendo” Sudarsana, Ketua Walhi Bali yang mengatakan,  ''Karenanya, ForBali mendesak DPRD Bali agar memberikan tenggat waktu 7x24 jam kepada Gubernur Bali agar menanggapi Rekomendasi DPRD Bali No: 900/2569/DPRD tertanggal 12 Agustus 2013 itu'' (Bali Post, 2013). Karena desakan dari berbagai pihak, maka tindakan yang dilakukan oleh Gubernur Bali adalah mengikuti keinginan masyarakat Bali secara mayoritas. Koran Bali Post tanggal 18 Agustus 2013 mengabarkan bahwa Gubernur Bali Made Mangku Pastika, akhirnya menyerah dan secara resmi mencabut SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa tertanggal 26 Desember 2012. Dicabutnya SK itu telah melalui berbagai kajian aspek hukum yang dilakukan tim hukum Pemerintah Provinsi Bali pasca dialog terbuka 3 Aguatus 2013 di Wisma Sabha, Kantor Gubernuran. Ada Banyak aspirasi dan masukan dari berbagai pihak. Diantaranya dari elemen masyarakat baik dari akademisi, LSM, agamawan, dan lainnya. Juga adanya rekomendasi DPRD Bali nomor 900/2569/DPRD tertanggal 12 Agustus 2013 perihal peninjauan ulang dan atau pencabutan SK Gubernur nomor 2138/02-C/HK/2012 (Bali Post, 18 Agustus 2013).  Tetapi tindakan yang dilakukan Gubernur Bali dengan mencabut SK Gubernur membuat banyak kalangan masih meragukan kesungguhannya. Harapan masyarakat Bali adalah pencabutan SK ini juga mestinya diikuti seruan dari Gubernur Bali agar kajian yang dilakukan LPPM Unud sebagaimana pesanan PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dihentikan pula. Sebab, kajian itu satu-kesatuan dengan SK. ''Mestinya Gubernur juga membuat seruan penghentian kajian LPPM Unud ini. Tetapi, yang terjadi kan sejauh ini tidak dilakukan''  (Bali Post, 2013).
             Masyarakat Bali mengharapkan dengan adanya kejadian tersebut, Gubernur Bali bertindak adil dalam mengambil kebijakan publik.  Wayan “Gendo” Sudarsana Ketua Walhi Bali menambahkan bahwa Gubernur hendaknya mengambil kebijakan dalam menguatkan status Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Sarbagita. Caranya dengan membuat regulasi berupa ranperda zonasi, serta melakukan upaya atau kegiatan berbasis anggaran untuk mewujudkan, mengembangkan dan penataan konservasi dengan kaidah dan prinsip konservasi. Ke depannya, diharapkan Gubernur  Bali dalam mengeluarkan kebijakan salah satunya dalam bentuk izin, harus memenuhi prinsip keterbukaan atau partisipasi publik, dan profesionalitas dan kecermatan. ''Agar publik tidak lupa, Gubernur sembari mencabut SK harus dibarengi dengan permintaan maaf. Wajib minta maaf, bukan sekadar khilaf sebagai pemimpin tetapi juga menunjukkan kepada rakyat dan menjamin tidak akan terulang lagi cara-cara sembunyi dan membohongi rakyat,'' tegasnya (Bali Post, 2013). Dari kalangan akademisi pun tak mau ketinggalan dalam memberikan harapan terhadap SK Gubernur. Menurut Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Suastika, pro-kontra wacana reklamasi Teluk Benoa hingga pencabutan SK itu menjadi pelajaran berharga baginya sebagai pribadi dan pimpinan institusi kampus. Apalagi dalam SK tersebut mencantumkan konsideran hasil kajian sementara Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unud. "Unud ke depannya sebagai institusi akademik harus bekerja dengan netral, jujur, dan selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ilmiah dan akademis," katanya (Ni Luh Rhismawati, 2013).

PENUTUP

             Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa kebijakan Gubernur Bali dengan mengeluarkan  SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang  Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa tertanggal 26 Desember 2012 menimbulkan gelombang protes yang luar biasa. Polemik yang terjadi dengan kebijakan publik Gubernur Bali tersebut secara fakta memberikan keleluasan pihak swasta untuk mengelola Teluk Benoa secara bebas. Teluk Benoa yang terletak di Bali Selatan (Kabupaten Badung) merupakan kawasan yang menggiurkan bagi investor. Secara ekonomi kebijakan publik Gubernur Bali memang menguntungkan, yaitu meningkatkan perekonomian, mengurangi pengangguran dan menyerap banyak tenaga kerja di Provinsi Bali. Yang menjadi permasalahan adalah ketidaktransparan Gubernur Bali dalam mengeluarkan SK Gubernur tersebut dan terkesan tidak tahu tentang tindakan yang telah dilakukannnya. Walaupun akhirnya Gubernur Bali mengakuinya dan melakukannya sesuai dengan prosedur  dan kajian. Perlu diketahui, bahwa pertumbuhan ekonomi Bali yang terpusat di Bali Selatan juga menjadi pemicu ketidakcocokan masyarakat Bali. Mereka mengharapkan bahwa manfaat industri pariwisata bisa dirasakan masyarakat Bali secara merata. Oleh karena itu,  Gubernur Bali seharusnya mengedapankan aspek partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas dalam mengeluarkan kebijakan publik. Gubernur Bali berhak mengarahkan investor ke arah Bali Utara. Provinsi Bali berbeda sekali dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Rencana proyek reklamasi Teluk Benoa dan sekitarnya (Pulau Pudut) dirasakan banyak kalangan telah melanggar berbagai peraturan yang ada di atasnya atau peraturan yang telah dibuat Gubernur sendiri mengenai kawasan Sarbagita sebagai kawasan konservasi. Meskipun secara ekonomi akan mendongkrak perekonomian.
             Proyek reklamasi Teluk Benoa yang akan dilakukan investor disinyalir akan menimbulkan berbagai macam kerusakan, di antaranya abrasi ke daerah sekitarnya. Dan yang terpenting adalah melanggar filosofi agama Hindu, yaitu Tri Hita Karana (harmonisasi anatara manusia, alam dan Tuhan) dan Sad Kertih (menjaga kesucian daerah sungai, danau, hutan dan laut) . Banyak kalangan menentang proyek reklamasi tersebut karena akan merusak kesucian Bali. Karena telah melanggar berbagai peraturan, menyebabkan masalah tersebut  masuk ke ranah Ombudsman RI Wilayah Bali untuk dikaji sebab akibatnya lebih dalam. Lain halnya dengan Gubernur Bali yang menanggapi polemik kebijakan yang telah dibuatnya dengan nada enteng. Gubernur Bali merasa telah melakukan tindakan tersebut sesuai prosedur dan melalui kajian, seperti yang dilakukan oleh Tim Kajian Universitas Udayana (Unud). Tetapi,  menanggapi sikap kontra atau desakan yang datang dari berbagai kalangan (Agama, Akademisi dan Adat) atau 3A secara berkesinambungan memaksa Gubernur Bali mencabut SK Gubernur  Nomor 2138/02-C/HK/2012 tersebut. Meskipun banyak kalangan masih meragukan kesungguhan Gubernur Bali dalam mencabut SK Gubernur tersebut. Tindakan yang telah dilakukan Gubernur Bali diharapkan menajadi pelajaran Pemerintah Provinsi Bali ke depan dalam mengeluarkan kebijakan tentang pengelolaan aset Provinsi Bali, agar tidak berbenturan dengan  peraturan yang ada dan agama Hindu sebagai agama mayoritas masyarakat Bali.   

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. (2005). Analisis Kebijaksanaan, dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Anderson, J.E. (1979). Public Policy Making. New York: Praeger.
Bali Post. (2013). ForBali Datangi DPRD Bali Nilai Dewan Tak sungguh-sungguh. Diambil dari http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detail berita&kid=10&id=788 82
_______. (2013). Kongkalikong di Teluk Benoa Rakyat Mesti Bersatu Laporkan ke KPK. Diambil dari http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaindex& kid=10&id=77966
_______. (2013).  Reklamasi Belum ''Tutup Buku'' Dikhawatirkan Ada Upaya Revisi Aturan. Diambil dari http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid= 10 &id=78942
_______, 22 Juni 2013. Diskusi Pengelolaan Aset Pemda Bali (3-Habis). Gubernur Jangan Utak-atik Tahura untuk Bisnis).
_______, 6 Juli 2013. Investor Berlomba Ingin “Duduki” Teluk Benoa.
_______, 6 Juli 2013. Hati-hati Keluarkan Rekomendasi.
_______, 6 Juli 2013. Sirkuit F1 Sampai Pelabuhan “Yatch”.
_______, 20 Juli 2013. Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Mahasiswa Bali Ancam Demo.
_______, 20 Juli 2013. Kajian Pembanding Hamburkan Uang Rakyat.
_______, 20 Juli 2013. Kongkalikong di Teluk Benoa. Kelompok 3A Maesti Bersikap.
_______, 27 Juli 2013. Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Mahasiswa Bali Ancam Demo.
_______, 27 Juli 2013. Pengamatan Walhi Bali. Investor Mulai Beraksi di Teluk Benoa.
_______, 16 Agustus 2013. Warga Tanjung Benoa Tolak Reklamasi. Ancam Turunkan Gubernur Pastika).
_______, 16 Agustus 2013. Warga Pertanyakan Sikap Bendesa Adat Tanjung Benoa.
_______, 16 Agustus 2013. Tidak Bisa Paksa Investor, Mereka yang Punya Duit.
_______, 18 Agustus 2013. Tunduklah pada Tata Ruang Bali.
_______, 18 Agustus 2013. Gubernur Pastika Akhirnya Cabut SK Reklamasi.
_______, 18 Agustus 2013. Lawan Terus,  Pemimpin yang Rusak Bali.
Bank Indonesia (BI). (2012). Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan  IV 2012. Denpasar: Tim Kajian Ekonomi Divisi Ekonomi Moneter Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah  III Denpasar.
Berita Bali terkini. (2013). Undangan Pastika Dituding Dagelan. Diambil dari http:// www.Beritabaliterkini.com/pemerintahan/undangan-pastika-dituding-dagelan.html
Berita Dewata. (2013).  Lawan  Reklamasi,  Ketua  DPRD Siap Mati Demi Bali. "Kalau rakyat Bali mau rekomendasi dicabut , ya kita cabut.  Bahkan  demi rakyat Bali, saya siap mati". Diambil dari http://beritadewata.com/Sosial_Politik/Pemda/Lawan_ Rekla masi,_Ketua_DPRD_ Siap_Mati_Demi_Bali.html
BPS Provinsi Bali tahun 2013. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Bali No. 26/05/51/Th. IV, tanggal 1 Mei 2013.
Casmudi. (2013).  Reformasi Birokrasi Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Denpasar: Universitas Terbuka (UT).
Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University  Press: Terjemahan.
Dye, T.R. (1978). Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Easton, D. (1953). The Political System. New York: Knopf.
Karyadi, Ngurah. (2013).  Politik Berbuah Simalakama (Kritik Atas Reklamasi Pulau Pudut).  Bali Post, 20 Juli 2013.
Kompas. (2013). Gubernur Bali: SK Teluk Benoa Sesuai Prosedur. Diambil dari http://travel. kompas.com/read/2013/07/16/0839068/Gubernur.Bali.SK.Teluk.Benoa.Sesuai.PrPro sed
Metrobali. (2013). Kekal Bali Tuntut Cabut SK : Reklamasi Teluk Benoa Langgar Perpres no 122 tahun 2012. Diambil  dari  http://metrobali.com/2013/07/31/kekal-bali-tuntut-cabut -sk-reklamasi-teluk-benoa-langgar-perpres-no-122-tahun-2012/
Metronews. (2013). Gerakan Penentang Reklamasi Bermunculan di Bali. Diambil dari http:// www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/23/6/170317/Gerakan-Penentang-Re klamasi-Bermunculan-di-Bali
Ni Luh Rhismawati. (2013). Gubernur Bali Sudah Aspiratif Cabut SK Reklamasi. Diambil dari http://bali.antaranews.com/berita/42766/gubernur-bali-sudah-aspiratif-cabut-sk-reklamasi
_______________. (2013). Gubernur: Bali Belum Perlukan Perda Investasi. Diambil dari http://bali.antaranews.com/berita/42733/gubernur-bali-belum-perlukan-perda-investasi
_______________. (2013). Ombudsman Bali Klarifikasi SK Reklamasi Teluk Benoa. Diam- bil dari http://bali.antaranews.com/berita/42000/ombudsman-bali-klarifikasi-sk-reklama si-teluk-benoa
_______________. (2013). 97 Persen Investasi di Bali Sektor Tersier. Diambil dari http://ba li.antaranews.com/berita/39283/97-persen-investasi-di-bali-sektor-tersier
Nugroho, Kandung Sapto. (2007). Pengantar Perkuliahan: Analisis Kebijakan Publik.
Okezone. (2013). Reklamasi Benoa, Gubernur Bali Jangan Jadi Hamba Investor.  Diambil dari http://news.okezone.com/read/2013/07/14/340/836704/reklamasi-benoa-gubernur-bali-jangan-jadi-hamba-investor
Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali.
Perpres Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Sarbagita.
Perpres Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil.
Rekomendasi DPRD Bali Nomor 900/2569/DPRD tertanggal 12 Agustus 2013 perihal peninjauan ulang dan atau pencabutan SK Gubernur nomor 2138/02-C/HK/2012 tertanggal 12 Agustus 2013.
Rofiek, Ahmad Erwin. (2010).  Rasionalisme  dalam Proses Kebijakan Publik. Semarang: Universitas 17 Agustus (Untag).
Subarsono. (2006). Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:  Pus- taka Pelajar.
SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang  Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa tertanggal 26 Desember 2012.
Surat Edaran (SE) Gubernur No.570/1665/BPM Tahun 2011 tentang penghentian sementara (moratorium) pembangunan hotel di Bali Selatan.
Tri Lestari Hadiati . (2010). Kebijakan Publik. Semarang: Universitas 17 Agustus (Untag).
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K).   

1 comment for "SURAT KEPUTUSAN (SK) GUBERNUR TENTANG REKLAMASI TELUK BENOA: ISU SENTRAL KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP EKONOMI PROVINSI BALI"

IBU TUTI TKI SINGAPUR April 28, 2016 at 7:55 AM Delete Comment
saya PAK SLEMET posisi sekarang di malaysia
bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan





saya PAK SLEMET posisi sekarang di malaysia
bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan