KAPAN PARTAI MAMPU MEWAKILI ASPIRASI RAKYAT?
KAPAN
PARTAI MAMPU MEWAKILI
ASPIRASI
RAKYAT?
Oleh
Casmudi, S.AP
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia mengalami pasang surut dalam membangun
bangsa. Kegiatan berpolitik pun menjadi barometer dalam mengisi kemerdekaan
demi mensejahterakan rakyat. Partai-partai pun bermunculan demi mendulang suara
rakyat. Dengan dalih sebagai perpanjangan suara rakyat yang mampu melaksanakan aspirasinya.
Rakyat berharap besar pada track record partai.
Dalam kegiatan berpolitik, partai sejatinya
harus mampu memberikan rasa aman dan damai bagi rakyat. Dengan partai pun,
mampu menyetir keadaan bangsa. Karena partai yang mendulang suara terbanyak menunjukan
tingkat kepercayaan rakyat. Rakyat memberikan kepercayaan yang besar terhadap partai.
Partai yang amanah akan memberikan kepercayaan rakyat untuk memilihnya kembali.
Sayangnya…partai-partai yang ada sejak masa reformasi bergulir yang notabene mengedepankan
sistem demokrasi justru masih jauh panggang
dari api. Satu per satu mengantri dalam barisan perangkap korupsi. Bahkan, banyak
kader partai besar tersandung kasus-kasus besar, (baca: korupsi) dari Kasus
Century, Kasus Hambalang, Pemilihan Deputy Gubernur Bank Indonesia sampai Kasus
impor daging sapi. Terbaru adalah kasus pipanisasi yang disinyalir akan
menyeret kader dari partai besar. Yang paling memalukan adalah tersandungnya partai-partai
yang dianggap dipercaya masyarakat, berbalik membawa rasa ketidakpercayaan yang
mendalam. Dan mayoritas partai-partai yang berkoalisi dengan lingkaran pemerintahan
yang membawa rasa tidak aman bagi rakyat. Lantas kemanakah rakyat harus memberikan
apirasinya? Kemanakah rakyat harus menaruh kepercayaan? Dan … kemanakah rakyat harus
mengadu keluh-kesahnya?
Pantaslah, jika rakyat Indonesia di tahun politik 2014 menginginkan calon
pemimpin negeri yang mampu menggebrak kebobrokan lingkaran birokrasi. Gurita korupsi
yang merajalela telah merontokkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan partai.
Jangan salahkan rakyat jika elektabilitas rakyat terhadap calon pemimpin tidak serta
merta mendongkrak elektabilitas partainya. Bahkan, rakyat membutuhkan calon pemimpin
yang benar-benar belum pernah berkoalisi dengan lingkaran pemerintahan sebelumnya.
Fenomena munculnya sosok Jokowi yang diklaim mampu mendongkrak keterpurukan rakyat
dari berbagai masalah bangsa. Keinginan rakyat atas calon pemimpin bangsa dari partai-partai
yang belum tersandung dari kasus korupsi juga menyeruak ke permukaan. Munculnya
calon pemimpin bangsa seperti Prabowo yang berasal dari partai Gerindra, Yusril
Ihza Mahendra dari Partai PBB, Wiranto dari Partai Hanura, H. Rhoma Irama dan Mahfud
MD dari Partai PKB layak diapresiasi. Tokoh-tokoh tersebut berasal dari partai-partai
yang belum atau minim dari hingar-bingar korupsi. Namun selanjutnya adalah suara
rakyat yang menentukan. “Vox Populi vox dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara
rakyat adalah kejujuran yang hakiki, asal tidak dipermainkan dengan “politik uang
(money politic)”.
Semua partai hampir sudah melansir atau mendeklarasikan calon pemimpin bangsanya.
Dan semua partai sudah mengkampanyekan calonnya yang diklaim mampu membawa perubahan
bangsa dan meningkatkan elektabilitas partai di berbagai media. Bahkan ada partai
yang menjaring calon pemimpin negeri ini dengan sistem konvensi dan pemilu
internal partai. Semuanya demi mencari calon pemimpin bangsa yang mempunyai kapabilitas
tinggi dan mampu menggoyang habis kasus korupsi. Namun yang paling menarik adalah
di saat Jokowi yang diklaim lembaga survey mempunyai elektabilitas tertinggi,
internal partai tidak melakukan akselerasi pencapresannya. Internal partai tidak
tergoda dengan elektabilitas tersebut. Segalanya tergantung dari keputusan
internal partai dan segalanya tergantung dari “ketok palu” sang Ketua Umum,
Megawati. Internal partai pun tidak mau gegabah mendeklarasikan Calon Presidennya
untuk 2014. Bagaimana kepercayaan rakyat? Semua tinggal menunggu waktu di tahun
politik 2014.
Di saat rakyat sudah tidak percaya dengan
keberadaan partai, tetapi rakyat pun ingin adanya perubahan. Rakyat pun ingin muncul
kader calon pemimpin bangsa yang muncul dari partai yang tidak tersandung korupsi.
Stigma negatif terhadap partai pun ingin dibuangnya jauh-jauh. Sebab sangat kecil
sekali peluangnya, rakyat membutuhkan calon pemimpin yang berasal dari
“independen”. Mau tidak mau harus ada partai yang mengusungnya. Itulah sebabnya
di tahun politik 2014, semua partai yang ada berlomba-lomba menasbihkan dirinya
untuk mendeklarasikan Calon Presidennya yang jauh dari kasus atau kemelut bangsa
(baca: korupsi). Semua demi kepercayaan masyarakat terhadap partai. Demi masa
depan bangsa melalui aspirasi rakyat. Jadi kapan rakyat Indonesia bisa percaya kepada
partai? Show time. Saatnya pertunjukan
di mulai. Saatnya “tunjukan nyalimu”, bahwa andalah partai yang bersih dari korupsi.
Dan kader andalah yang mampu menjadi pemimpin bangsa dalam membawa kemajuan bangsa.
Tinggal pilih rakyatku …. Prabowo, Wiranto, Aburizal Bakrie (Ical), Yusril Ihza
Mahendra, H. Rhoma Irama, Mahfud MD, pemenang Pemilu Raya PKS, Pemenang Konvensi
Partai Demokrat atau Jokowi? Internal partailah yang menentukan layak atau tidak
seseorang menjadi calon pemimpin negeri ini. Karena sehebat apapun elektabilitas
yang dilansir lembaga survey, tapi suka atau tidak suka rakyat pun harus tunduk
pada keputusan internal partai. Oleh sebab itu, mampukah partai membawa aspirasi
rakyat? Tunggu sampai Pemilu 2014. Segalanya akan terjadi di luar dugaan. Yang
jelas partai-partai yang telah membuat coreng-moreng negeri ini dengan darah
korupsi akan ditinggal kontituennya.
Post a Comment for "KAPAN PARTAI MAMPU MEWAKILI ASPIRASI RAKYAT?"