MEMIMPIN DENGAN KEJUJURAN PADA ANAKKU
Oleh Casmudi, S.AP
"Berlaku jujur memang pahit, tetapi berlaku tidak
jujur akan lebih pahit". Prinsip hidup yang aku terapkan dalam membimbing
anakku. Sejak memasuki pendidikan SMP, aku mendidiknya dengan kejujuran. Perlu
diketahui, proses pendaftaran siswa baru tahun ajaran 2013/2014 di Denpasar
untuk SMP Negeri favorit penuh dengan ketidakjujuran. Banyak kalangan orang tua
siswa di Denpasar yang melakukan segala cara, agar anaknya bisa masuk di SMP
Negeri. Proses pendaftaran siswa baru melalui jalur online justru dimanfaatkan
kalangan birokrasi pendidik untuk mendulang rupiah. Banyak aroma "jalur
belakang" di sekolah-sekolah negeri. Kejadian tersebut bukan menjadi rahasia
umum lagi. Asal ada uang, bangku sekolah idaman mudah didapat. Proses barter
segepok uang dan bangku sekolah mudah terjadi. Bahkan, banyak guru sebagai
pendidik yang seharusnya menanamkan jiwa kejujuran terhadap siswa pun tidak
mampu berkutik menghadapi proses pendaftaran yang penuh intrik dan rekayasa.
Mereka ikut larut dalam proses "nyeleneh" tersebut. Mereka
mendaftarkan anaknya yang tidak diterima di jalur online, dengan terpaksa
menempuh jalur kongkalikong. Jalur-jalur terlarang yang seharusnya tidak pantas
oleh seorang pendidik pun terpaksa ditempuhnya. Padahal hal ini mampu
menghancurkan reformasi birokrasi dalam dunia pendidikan. Predikat guru
"digugu dan ditiru" sepertinya masih jauh panggang dari api. Mereka
tidak malu atau sungkan lagi mempertontonkan kebobrokannya di depan ribuan
siswanya. Sungguh malu bagiku ... malu sekali.
Sekarang anakku diterima di SMP 2 Negeri Denpasar melalui
jalur online. Jalur yang pantas dan aku banggakan selama ini. Ada celotehan
dari guru SD anakku, yang menyarankan agar melalui jalur belakang dengan
"tukar guling" sejumlah uang. Uang yang dikeluarkan oleh sejumlah
orang tua sebagai balas jasa berkisar 2-7 jutaan. Bahkan di sekolah favorit
lain ada yang menembus 30 juta sebagai balas jasa jalur belakang. Nilai yang
luar biasa. "Mengapa Bapak tidak lewat belakang, paling-paling bayar 5
juta. Kan bisa masuk SMP Negeri 1" begitu saran guru SD anakku saat
bertemu denganku. "Maaf pak, hal-hal yang seperti itu pantang bagiku. Aku
mau yang wajar-wajar saja. Lagian uang sebesar itu mendingan buat tambah modal
usaha" kataku. Guru tersebut mengatakan bahwa jalur belakang merupakan hal
yang wajar atau biasa. Namun, bagiku masalah tersebut adalah hal yang berbahaya
dan memalukan di hadapan anakku. Tetapi yang lebih penting adalah rasa malu
terhadap Tuhan yang aku sembah.
Menanamkan ketidakjujuran kepada anak sejak dini akan
berakibat fatal. Memori tersebut akan terekam di otak anak dan akan menjadi
kenangan sepanjang hidupnya. Jika anak tersebut menjadi orang besar,
kemungkinan yang akan dilakukan adalah seperti apa yang dilakukan oleh orang
tuanya dahulu. Akhirnya senjata makan tuan. Mereka akan menjadi orang besar
yang membohongi rakyatnya. Pantaslah darah-darah korupsi di Indonesia sulit
diberantas, karena bagai cendawan di musim hujan. Padahal orang tua siswa yang
melalui jalur belakang di SMP Denpasar saja mencapai ribuan bangku sekolah.
Dari ribuan anak tersebut akan menjadi calon pemimpin yang dicetak sejak awal
dengan sistem terlarang. Saya kaget sekali saat melihat akun facebook anakku
yang bertanya kepada temannya tentang sekolah pilihannya. Padahal secara
prosedur lewat jalur online tidak akan diterima di SMP Negeri di Denpasar.
Tetapi karena lewat jalur belakang keinginan diterima di sekolah SMP Negeri
mudah dilakukan. "Diterima di mana kamu?" begitu status akun facebook
anakku. "Di SMP 5" begitu jawab teman anakku. Padahal nilainya masih
jauh dari ambang batas terbawah. Dijawab celetukan teman yang lain di statusnya
dengan kalimat "nyogoklah". Percakapan yang saling bersahutan tanpa tedeng aling-aling untuk anak seusia 11-12 tahun. Mereka tahu betul bahwa
memasuki dunia baru pendidikan SMP Negeri dengan cara yang tidak jujur. Mereka
pun tidak malu mengatakannya di muka umum (baca: media sosial) yang bisa
diketahui oleh siapapun. Yang menjadi permasalahan besar adalah para orang tua
yang tidak malu menyekolahkan anaknya dengan cara uncredible. "Mendingan nyogok daripada masuk swasta biayanya
tinggi. Apalagi kalau masuk negeri kan punya nama" jawaban kebanyakan
orang tua tentang proses penerimaan dengan cara kotor.
Saya bukanlah orang tua yang sok bersih atau suci. Saya
mempunyai kemauan besar untuk mendidik anak dengan jiwa kejujuran yang tinggi.
Karena ketidakjujuran merupakan awal dari segala kejahatan. Saya tidak mau muncul istiah
"semakin pintar kok semakin pintar ngapusi (membohongi)". Pernah saya lontarkan kalimat terhadap
anakku setelah pengumuman proses penerimaan siswa jalur online, "Biarlah mas kamu tidak masuk di SMP 1, tapi murni dengan nilai yang
baik. Biarlah orang-orang lain melakukan apapun. Hanya orang gila yang mau
mengeluarkan 5 juta sampai 30 juta untuk masuk SMP". Kalimat tersebut aku
ucapkan untuk menenangkan anakku. Karena SMP 2 Negeri Denpasar juga termasuk
SMP favorit. Padahal ambang batas nilai terbawah yang diterima di sekolah SMP
Negeri 1 Denpasar dengan nilai anakku hanya selisih 0,40 untuk kurang lebih 200
siswa. Kenyataannya yang tidak diterima lewat jalur online bisa diterima di
sekolah tersebut dengan cara "jalur belakang" dengan mengeluarkan
sejumlah uang. Jumlahnya pun sangat fantastis. Di sekolah anakku, siswa baru
yang diterima seharusnya kurang lebih 200 siswa, tetapi kenyataannya yang
melalui jalur belakang jumlahnya berimbang dengan yang diterima melalui jalur
online atau resmi tersebut. Hebat kan? Birokrasi pendidikan kotor yang
mengajari masyarakat untuk bertindak korupsi.
Buat apa bayar mahal hanya untuk mendapatkan SMP Negeri
favorit demi sebuah prestige. Aku tidak bisa membayangkan, berapa nilai uang
yang dikeluarkan jika melalui cara kotor untuk masuk SMA Negeri favorit di
Denpasar. Sungguh fenomena yang membuat sesak dada. Lumrah bagi orang lain,
tapi bagiku tidak. Sering aku tanamkan kedisipilinan pada anakku untuk belajar
giat. Sehabis pulang sekolah, untuk mempelajari kembali pelajaran yang telah
guru berikan. Sedikit demi sedikit akan menjadi hafal di luar kepala.
Menanamkan untuk tidak mencontek dan mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) secara
mandiri selalu aku gembar- gemborkan. Memimpin dengan kejujuran memberikan
dampak yang luar biasa. Buku Laporan hasil peserta didik anaakku menunjukkan
nilai yang memuaskan. Sikap spiritual dan Sosial Antarmapel mendapatkan
predikat dari guru wali kelas dengan Deskripsi berbunyi "Erzandi
Menunjukkan sikap konsisten dan sungguh-sungguh menerapkan sikap spiritual,
jujur dan kerjasama terutama Mapel Matematika, pend jasmani dan prakarya".
Kebanggaanku bukan terhadap nilainya, tapi deskripsi kejujuran yang disematkan
membuatku bangga. Kepandaian mampu dibuat oleh siapapun, asal mereka mau
belajar dengan giat. Apalagi jika diimbangi dengan melakukan les atau bimbingan
belajar. Tetapi nilai kejujuran betul-betul akan melekat pada pribadi anak yang
mempunyai integritas tinggi. Anak-anak yang mendapatkan suri tauladan atau
contoh dari orang-orang yang berada di sekelilingnya, khususnya orang tua.
Proses menanamkan sejak dini, bahwa ketidakjujuran akan memberi dampak perilaku
korupsi dalam segala bidang. Ada pepatah bilang "kepandaian bisa dibentuk,
tetapi kejujuran harus dicetak dan dibina". Salam hangat!
Denpasar, 26 Desember 2013
2 comments for "MEMIMPIN DENGAN KEJUJURAN PADA ANAKKU "
Saya jg bingung sih sama yang di Jakarta, katanya nilai NUS tahun ini rendah2, tapi yang masuk di online quota jakarta 35rb an, semua rata2 diatas 20.
dan kalau melalui jalur belakang, bagaimana mekanismenya, dan apa bisa banyak.