Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK DAN INFRASTRUKTUR INDONESIA SEBAGAI PERSIAPAN MENGHADAPI AFTA 2015



PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK DAN

INFRASTRUKTUR INDONESIA  SEBAGAI

PERSIAPAN MENGHADAPI AFTA 2015

Oleh Casmudi, S.AP



          

          Kiprah Indonesia dalam organisasi ASEAN tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan Sekretariat ASEAN pun berada di Jakarta sebagai kepercayaan negara-negara ASEAN terhadap Indonesia. Untuk mempererat kerjasama regional di kawasan ASEAN dibentuklah dalam sebuah wadah komunitas yang dinamakan Komunitas ASEAN. Komunitas ASEAN memberikan keleluasaan kerjasama regional negara-negara ASEAN  tanpa batas dan sekat. Komunitas ASEAN  memberikan dampak globalisasi yang luar biasa di kawasan ASEAN. Komunitas ASEAN akan berlaku mulai akhir tahun 2015 yang disebut Komunitas ASEAN 2015.  Komunitas ASEAN 2015 resmi disepakati dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para pemimpin Negara-negara ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Komunitas ASEAN 2015 mengandung tiga pilar penting, yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN atau ASEAN Security Community (ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC), dan Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN atau ASEAN Social and Cultural Community (ASCC).

Negara-negara ASEAN

          Berlakunya salah satu pilar dari Komunitas ASEAN 2015, yaitu: Komunitas Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) akan menyebabkan lalu-lintas perdagangan bebas (AFTA) 2015 di kawasan ASEAN menjadi tanpa kendala. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya. ASEAN Free Trade Area (AFTA) dapat diartikan sebagai  kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN.  Sebenarnya AFTA dibentuk sudah lama, yaitu pada saat  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Tetapi, pada akhir tahun 2015 negara-negara di ASEAN akan merasakan dampaknya.
          Perlu diketahui, bahwa implementasi perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA menyatakan proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) merupakan program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN sehingga dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya operasional mampu di tekan sehinnga akan menguntungkan bagai negara-negara ASEAN. Penyelenggraan AFTA bertujuan untuk  meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.
          Dengan berlakunya AFTA 2015, berarti negara-negara ASEAN menyepakati pewujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint mengandung empat (4) pilar utama yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Indonesia ... siapkah menghadapi AFTA 2015

Siapkah Indonesia menghadapi AFTA 2015?         
           Sekarang kembali ke negeri kita Indonesia. Berlakunya AFTA 2015 akan memberikan dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia. Indonesia harus memaksa dirinya untuk menjadi negara yang mampu berdayasaing tinggi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Banyak kalangan yang beranggapan, bahwa Indonesia belum seratus persen siap menghadapi AFTA 2015. Menghadapi AFTA 2015 ibarat pertarungan tinju yang beda kelas (amatir melawan profesional). Kalau boleh jujur, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Penyebab yang paling mendasar adalah sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum terasa gaungnya. Jangankan di tingkat masyarakat kelas bawah, kalangan menengah ke atas pun belum memahami sepenuhnya dampak yang luar biasa dari AFTA 2015. Padahal pemahaman tentang berlakunya AFTA 2015 menjadikan masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan sejak dini agar menjadi pelaku yang mampu berdayasaing dalam bidang ekonomi. Karena, menghadapi AFTA 2015 berarti siap menghadapi liberalisasi ekonomi yang dirasa masyarakat Indonesia belum siap untuk menerimanya.
          Pertanyaan yang menyentak kita adalah sudah siapkah Indonesia untuk menghadapi AFTA 2015? Padahal saat berlakunya AFTA 2015 secara hitung mundur tinggal 22 bulan lagi. Kita tahu, bahwa pada tahun 2014, Indonesia pikiran dan tenaganya tercurah total untuk mensukseskan tahun politik dalam ajang Pemilihan Umum 2014 (pemilihan legislatif dan Presiden). Hal inilah yang menyebabkan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 menjadi terabaikan (kurang maksimal). Padahal pertarungan menghadapi AFTA 2015 bagaikan pertarungan hidup mati dalam ekonomi. Kalau kita belum siap menghadapinya, Indonesia akan dihajar habis oleh negara lain di ASEAN, seperti Thailand, Singapura yang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapai AFTA 2015 sejak dini. Seperti di Negara Thailand, sosialisasi terhadap masyarakat pun dilakukan secara besar-besaran di berbagai media. Kalau Indonesia? Nanti dulu. Hanya sebatas di forum-forum resmi yang hanya diketahui kalangan intelektual saja. Kaum bawah masih zero pemahamannya. Kita lebih mengetahui tentang gaungnya Piala Dunia 2014 dan Pemilu 2014.
         Ketidaksiapan Indonesia menghadapi AFTA 2015 akan memberikan bencana perekonomian. Lalu-lintas produk negara-negara ASEAN yang diklaim lebih berkualitas akan menggeser dayasaing produk Indonesia. Apalagi perdagangan Indonesia terhadap ASEAN mengalami defisit sebesar 527,5 milliar dollarAS secara kumulatif dari Januari hingga November 2013. Jika defisit ini tidak bisa diatasi, maka akan menyebabkan Indonesia  menjadi pasar produk ASEAN. Defisit ini disebabkan karena Indonesia masih mengimpor minyak mentah dari Singapura dan impor buah dan otomotif dari Thailand (Kompas, 4 Januari 2014). Oleh karena itu,  Indonesia betul-betul harus serius mengambil langkah strategis untuk menghadapi dampak serius AFTA 2015. Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan sektor-sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam AFTA 2015 adalah sektor Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia harus harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
          Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini menyatakan, bahwa kesiapan Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 mencapai 82 persen. Hal itu ditengarai  ada empat (4) isu penting yang perlu kerja keras untuk segera diantisipasi oleh pemerintah dalam menghadapi AFTA 2015, yaitu: 1) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal, tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2) melebarkan defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang, 3) membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan 4) masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.
          Untuk menghadapi berlakunya AFTA 2015, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis,diantaranya :1). Peningkatan Daya Saing Ekonomi,2). Peningkatan Laju Ekspor, 3). Reformasi Regulasi, 4). Perbaikan Infrastruktur,5). Reformasi Iklim, 6). Reformasi Kelembagaan, 7). Pemberdayaan UMKM,8). Pengembangan Pusat UMKM Berbasis WebsiteTeknologi informasi, dan 9). Penguatan Ketahanan Ekonomi
Peningkatan Kualitas Produk Ekspor
           Pertarungan di kancah AFTA 2015 sangatlah keras. Sirkulasi produk yang berada di kawasan ASEAN, menyebabkan Indonesia harus bekerja ekstra keras menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus mampu berdayasaing di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu, kualitas produk dan jasa harus dinomorsatukan agar bisa diterima di pasar ASEAN. Hal ini bukan masalah yang sepele buat Pemerintah dan pelaku industri. Menurut laporan tahunan dari World Trade Organization (WTO), yang menyatakan bahwa berdasarkan sumbangannya terhadap nilai total ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Dalam perdagangan  dunia, Indonesia bukan penentu harga, melainkan price taker. Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari produk-produk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupiah (devaluasi atau revaluasi).
           Perlu adanya langkah cerdas dari kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pelaku industri, seperti beban pajak yang tidak memberatkan, proses pengurusan usaha yang tidak membutuhkan banyak “meja” (aturan berbelit), meniadakan aroma korupsi birokrasi dalam pengurusan usaha. Masalah tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan gairah kepada masyarakat Indonesia agar ikut andil dalam menciptakan ekonomi kreatif yang berdayasaing tinggi dan meningkatkan laju ekspor. Dalam bidang jasa, peran pemerintah sangat penting seperti program peningkatan kemampuan berbahasa asing agar tenaga kerja di Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja lokal di luar negeri. Pengurusan sertifikasi keahlian pun jangan sampai memakan waktu lama (berbelit). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri harus memaksimalkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai seminar atau pelatihan keterampilan agar wawasan semakin luas. Kita tidak ingin tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri menyandang stigma negatif, dalam arti tidak mempunyai keahlian dan kecakapan dalam menghadapi arus globalisasi. Saat ini, kemampuan tenaga kerja kita yang bekerja di luar negeri masih di bawah Philipina. Sebagai contoh, Kasus di Singapura yang memberikan gambaran bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Philipina yang bekerja di sektor informal lebih dihargai dibandingkan dengan TKW dari Indonesia. Penyebabnya adalah masalah kemampuan berbahasa Inggris para TKW yang kurang mahir. Perlu adanya kerjasama Pemerintah dan stakeholders lainnya secara konsisten dalam mengatasi kualitas produk kita agar bisa bersaing di kawasan ASEAN.
           Kontribusi Pemerintah untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berkualitas di pasaran ASEAN sangatlah menentukan. Dalam perindustrian, masalah ketersedian modal yang cukup para pelaku usaha, teknologi informasi yang memadai, dan tenaga kerja yang terampil di bidangnya serta diimbangi dengan keahlian pengusaha, organisasi dan manajemem perusahaan, pemakaian teknologi maju dan input lainnya akan memberikan andil yang besar dalam mencetak produk dalam negeri bermutu tinggi di pasaran ASEAN. Disinilah kerja sama Pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan hasil produksi perusahaan yang bermutu. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing produk

           Pemerintah hendaknya membantu menciptakan hubungan industrial yang kondusif. Terpenting adalah peranan untuk menekan biaya produksi dalam perusahaan, agar produk yang berkualitas akan tetap terjaga. Bahan baku murah dan mudah didapat, pajak yang tidak memberatkan pelaku usaha, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi dunia usaha akan meningkatkan ekspor secara berkesinambungan. Perlu dipahami, bahwa kapasitas daya saing pelaku usaha kita, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih berada di urutan terbawah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam ekonomi APEC. Perlu kerja ekstra dari berbagai kalangan dalam merespon hal tersebut.

Daya saing UMKM Indonesia terhadap negara-negara ASEAN dan ekonomi APEC

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa Singapura adalah negara di ASEAN yang paling hebat dalam daya saing UMKM.Disusul dengan Malaysia, Thailand, Filipina dan terakhir Indonesia. Kurangnya dayasaing UMKM Indonesia dikarenakan masalah ketersediaan modal, akses informasi  dan kurangnya mengikuti perkembangan teknologi. 
Perbaikan Infrastruktur secara Menyeluruh
           Kemampuan daya saing produk Indonesia di pasaran ASEAN menuntut ketersediannya infrastruktur yang memadahi. Infrastruktur yang kurang maksimal akan memperlambat gerak laju ekspor berbagai produk. Akibatnya kepercayaan permintaan luar negeri terhadap produk kita mengalami penurunan. Bahkan produk yang berdiam lama selama di perjalanan akan mengalami penyusutan kualitas. Sama halnya dalam permintaan jasa, seperti tenaga kerja kita ke luar negeri juga membutuhkan sarana infrastruktur yang memadai, agar permintaan luar negeri terhadap tenaga kerja kita bisa sesuai jadwal.
            Perlu disadari, bahwa infrastruktur di negeri kita masih jauh dari apa yang diharapkan. Masalah infrastruktur merupakan pekerjaan rumah Pemerintah yang harus diselesaikan sesegera mungkin dalam menghadapi AFTA 2015, adalah:   1) Memperbaiki semua infrastruktur yang rusak, seperti jalan-jalan raya yang berlubang dan bergelombang (sebagian hancur karena tanah longsor dalam waktu singkat); 2) Membangun jalan tol atau jalan kereta api ke pelabuhan, dan memperluas kapasitas pelabuhan seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak dan lainnya yang selama ini menjadi pintu keluar masuk barang dalam beberapa tahun ke depan; 3) Meningkatkan akselerasilistrik dalam dua tahun ke depan, dan banyak lagi. Sangatlah penting untuk mempermudah aliran logistik yang merupakan urat nadi perdagangan pada khususnya, seperti pengiriman hasil produksi dan  logistik dari pabrik ke pelabuhan atau sebaliknya atau dari pelabuhan ke pusat pemasaran. Memerlukan sarana transportasi yang memadai, seperti kondisi jalan raya yang baik dan mencukupi, fasilitas pelabuhan yang memadahi dan lain-lain perlu penanganan yang serius dan terkoordinir. Tercapainya infrastruktur yang memadahi akan berpengaruh besar terhadap daya saing produk dalam negeri. Dengan demikian,  daya saing sangat ditentukan oleh kecepatan barang masuk dan keluar. Saking pentingnya infrastruktur dalam mensukseskan AFTA 2015, Pemerintah seharusnya menjadikan sektor ini adalah sektor yang paling diprioritaskan.
           Pemerintah Pusat dan daerah hendaknya bersinergi secara harmonis dalam membuat berbagai kebijakan, agar pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan pelabuhan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya bisa dilakukan secepatnya. Bahkan pembangunan sarana transportasi ini mampu menjangkau sampai ke pedesaan, di mana terdapat UMKM atau home industryyang menciptakan ekonomi kreatif agar bisa membantu negara dalam meningkatkan laju ekspor. Akses insfrastruktur benar-benar merupakan faktor penentu dalam memperlancar sirkulasi produk yang mempunyai daya saing tinggi. Apalagi, ketersediaan infrastruktur mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi AFTA 2015.

Referensi:
APEC. (2006a). A Research on the Innovation Promoting Policy for SMEs in APEC” Survey and Case Studies. APEC SME Innovation Center, Korea Technology and Information Promotion Agency for SMEs, Seoul.
APEC. (2006b). Economic Impacts of Innovative SMEs and Effective Promotion Strategie. Seoul: APEC SME Innovation Center .
Deplu ASEAN.  (2007). ASEAN Selayang Pandang. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, hal. 29.
Kompas, 4 Januari 2014. Perdagangan ke ASEAN, Perlu Upaya Keras Mengatasi Defisit.
Sholeh. (2013). Persiapan Indonesia dalam Menghadapi AEC (ASEAN Economic  Community) 2015.eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 1 (2): 509-522
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/BukuMenujuASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/02/25/peningkatan-daya-saing-produk-dan-infrastruktur-indonesia-sebagai-persiapan-menghadapi-afta-2015-634576.html

2 comments for "PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK DAN INFRASTRUKTUR INDONESIA SEBAGAI PERSIAPAN MENGHADAPI AFTA 2015"

IBU RISKA December 22, 2014 at 8:01 PM Delete Comment
This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown April 28, 2016 at 7:23 PM Delete Comment
This comment has been removed by a blog administrator.