Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PRABOWO DAN HARIAN “NEW YORK TIMES”



PRABOWO DAN HARIAN “NEW YORK TIMES
Oleh Casmudi, S.AP

          Menjelang Pemilu 2014, memang sangat menarik mengupas masalah Capres yang akan bertarung di Pilpres 2014. Berbagai kubu partai politik memberikan kampanye politiknya, bahwa merekalah yang terbaik dan pantas melenggang ke Istana Negara.
          Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih kepada semua partai politik yang telah mendeklarasikan capresnya. Saya menilai, bahwa capres yang dideklarasikan adalah sosok yang mampu melaksanakan amanah rakyat. Semua             Capres adalah kandidat yang terbaik. Namun, dari yang terbaik pastilah ada yang “terbaik”. Dan sosok itulah akan muncul sebagai  Pilpres 2014.
          “Charracter assasination” (pembunuhan karakter) merupakan berita yang paling menghangat yang ditujukan terhadap capres tertentu. Tidak bisa dipungkiri, sepertinya berita mengenai capres yang paling banyak menyedot perhatian di berbagai media adalah Capres Gerindra dan Capres PDI-P. Alias Jokowi versus Prabowo. Meskipun capres dari partai lainnya juga mampu membuat Headline dan trending article di berbagai media.
           Sekedar menganalisa, saya sangat tertarik dan mengamati gerak-gerik Partai Gerindra di berbagai media. Maaf, tanpa mengesampingkan partai lain. Menurut saya Partai Gerindra telah mempunyai visi dan misi yang jelas menuju Pilpres 2014 untuk Indonesia. Apalagi dengan adanya 6 Program Aksi Partai Gerindra, yaitu:
Membangun Ekonomi yang Kuat, Berdaulat, Adil dan Makmur.
1.      Melaksanakan Ekonomi Kerakyatan.
2.      Membangun Kedaulatan Pangan dan Energi serta Pengamanan Sumber Daya Air.
3.      Meningkatkan Kualitas Pembangunan Manusia Indonesia melalui Program Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Budaya serta Olahraga.
4.      Membangun Infrastuktur dan Menjaga Kelestarian Alam serta Lingkungan Hidup.
5.      Membangun Pemerintahan yang Bebas Korupsi, Kuat, Tegas dan Efektif.
          Capres adalah bagaikan pohon. Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa. Tidak ada kamus orang yang akan melesat jauh ke langit tanpa adanya hambatan. Prabowo sebagai Capres dari Partai Gerindra pun menuai berbagai terpaan isu tak sedap yang mampu menjegal langkahnya. Berita teranyar yang menggelitik saya untuk membuat tulisan ini adalah munculnya berita Prabowo yang dimuat di Harian Internasional “New York Times” edisi Asia tanggal 27 Maret 2014 yang menjadi Headline. 





          Judulnya pun menarik untuk membacanya “Candidate’s run raises rights concerns”. Isinya berupa kekhawatiran pegiat HAM soal masa lalu Prabowo yang pernah menculik para aktivis. Wartawan International New York Times, Joe Cochrane menulis Prabowo ingin bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi AS untuk menjernihkan masalah yang sebenarnya. Namun keinginan itu selalu ditepis pemerintah AS.
          Dengan adanya artikel tersebut, Prabowo menjawab bahwa Beliau hanya menjadi kambing hitam dari pelanggaran HAM yang dilakukan militer Indonesia selama Orde Baru. “Saya tidak pernah terkait pelanggaran apa pun. Yang ada hanya tuduhan dan tuduhan” katanya. Yang mengejutkan adalah Cochrane menulis, bahwa Pemerintah USA sejak tahun 2000 menolak visa Prabowo ke negara itu. Tidak ada penjelasan resmi mengapa Prabowo tak bisa masuk ke AS. Hanya adik Prabowo, Hasjim Djojohadikusumo yang bisa berkunjung beberapa kali ke Washington DC dan membuka dialog dengan pejabat AS. 



         Sekembalinya dari Yordania ke Indonesia karena urusan bisnis menunjukkan bahwa Prabowo adalah tipe prajurit yang benar- benar tetap ingin mengabdi kepada negeri. Meskipun lama hidup di negara Barat yang membuatnya menguasai Bahasa Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda. Namun beliau ingin berbakti kepada negeri melalui militer (AKABRI). Prabowo  adalah lulusan terbaik dari US Army Special Force, US Army Infantry School, dan pendidikan antiteroris di Jerman Barat.
           Memang masalah HAM, khususnya kasus penculikan para aktivis pro-demokrasi yang terjadi tahun 90-an  adalah masalah yang paling santer ditujukan kepada Prabowo. Tetapi, Prabowo telah menjawabnya dengan gamblang.  Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk melakukan penangkapan kepada sembilan orang aktivis sesuai perintah atasan dan menganggapnya sebagai tindakan yang benar dalam pandangan rezim saat itu. Bahkan, jika beliau diadili di pengadilan militer beliau akan membuka semua apa yang terjadi biar jelas masalahnya.  
           Prabowo hanya melaksanakan tugas komando. Namun, sebagai prajurit sejati yang cinta tanah air, beliau bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anak buahnya karena kebetulan yang terlibat adalah orang-orang Kopassus. Masalah tersebut berbuntut pada pencopotan dirinya dari jabatan Pangkostrad oleh DKP. Sejak itulah predikat “pelanggar HAM” melekat pada dirinya. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak lain untuk menghancurkan kariernya. Kalau Prabowo benar-benar bersalah, mengapa tidak diseret ke pengadilan? Gitu aja kok repot?
           Kenyataannya, sampai detik ini meskipun Prabowo sudah menjadi warga sipil biasa yang tidak mempunyai kekuasaan apapun dalam lingkaran birokrasi belum atau tidak ada keputusan oleh pengadilan baik dalam atau luar negeri sebagai orang yang “bersalah” dan mempunyai “kekuatan hukum tetap”. Padahal kalau ingin menjerat Prabowo sekaranglah waktu yang tepat dan  sangat gampang sekali. Semuanya masih abu-abu alias misteri. Tetapi yang patut dicatat adalah beliau merasa bahwa apa yang dilakukannya prajurit adalah sebuah tugas yang berada dalam sebuah sistem. Saat itu, beliau menjabat sebagai Danjen Kopassus yang berada di bawah naungan KSAD dan di atasnya ada Panglima ABRI. Dalam sebuah hierarki kemiliteran, pastilah pejabat yang lebih atas mengetahuinya. Karena segala sesuatunya harus ada laporan ke atasan dahulu. Dalam Bahasa managemen perusahaan, seorang manager operasional  dalam melakukan tindakan apapun buat perusahaan akan diketahui oleh direkturnya. Jadi siapakah  yang paling bersalah dan bertanggung jawab? Anda pun pasti mampu menjawabnya?
           Aktivitas HAM Munir (Alm.) pernah menegaskan bahwa Prabowo merupakan korban dari ketidakadilan. Ada aktor paling elit yang bermain. Kenyataannya lagi, para aktivis dibiarkan dalam keadaan hidup dan telah memberikan maaf kepada Prabowo. Bahkan ada aktivis yang terjun ke politik bergabung ke dalam Partai Gerindra.   Haryanto Taslam yang telah menjadi anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, mengatakan "Prabowo sudah minta maaf pada saya. Dia juga mengajak saya bergabung untuk membangun negara ini. Saya adalah korban Prabowo dan Prabowo adalah korban politik saat itu. Dia juga korban. Prabowo hanya merupakan tentara yang mematuhi perintah atasannya. Ide penculikan bukan dari Prabowo. Rezim Orde Baru saat itu pun represif. Jika bukan Prabowo pasti orang lain yang akan diperintah untuk menculik."
          Tentulah, setiap manusia tidak lepas dari kesalahan dan dosa. “Tak ada gading yang tak retak”. “Nobody is perfect”. Tidak ada manusia yang sempurna. Parabowo pun mempunyai masa kelam dalam perjalanan kariernya. Namun, marilah kita lihat ke depan apa yang akan diperbuat demi bangsa. Masalah bangsa yang kita hadapi semakin pelik. Sungguh .... dalam kondisi gawat darurat …. Dari kebocoran anggran Negara 1000 triliun setiap tahunnya, mafia kehutanan, korupsi birokrasi yang merajalela, pelecehan negara lain terhadap negara kita, sampai nasib getir buruh migran yang menunggu hukuman di negeri orang membuat kita meneteskan air mata. Negara kita harus bangkit, agar bangsa lain menghormati kedaulatan negara kita. Saatnya memilih pemimpin yang mampu mengatasi masalah internal dan eksternal negeri ini. Marilah menjadi pemilih cerdas, bijak untuk kejayaan bangsa di masa depan.
          Di akhir artikel ini, saya ingin mengutip perkataan beliau yang berhubungan dengan adanya tuduhan kasus kudeta yang telah dibantahnya, “Saya tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan. Tetapi saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara, setia kepada republik”
            Selamat bertarung Prabowo di Pilpres 2014!   Jadilah Pandawa, jangan jadi Kurawa!


Referensi:
“Buku Putih” Prabowo: Kesaksian Tragedi Mei 1998”. (2000). Majalah Berita Populer “TOTALITAS”. Dikutip dari Majalah Asiaweek edisi 3 Maret 2000.
"Penculikan Aktivis, Prabowo: Saya Tidak Ngumpet". 28 Oktober 2013. Diarsipkan dari aslinya pada tanggal 26 Maret 2014. Diakses 26 Maret 2014.
www.detik.com.
 





Post a Comment for "PRABOWO DAN HARIAN “NEW YORK TIMES”"