Pemberian Edukasi dan Sosialisasi sebagai Kunci Melek Finansial Sejak Dini
Pemberian
Edukasi dan Sosialisasi sebagai Kunci
Melek
Finansial Sejak Dini
Oleh
Casmudi, S.AP
“Kalau ada orang kaya ataupun
keturunan orang kaya yang memiliki warisan, kemudian suatu hari ia jatuh
miskin, maka tidak lain karena ia tidak memiliki bekal yang cukup tentang
kecerdasan finansial atau melek financial” (Sulitnih.com, 2013)
Kalimat di atas begitu menggugah kita. Kita sering
melihat, bahwa banyak orang kaya jatuh miskin. Satu hal yang menjadi alasan
adalah kurangnya pemahaman dalam mengelola keuangan. Perlu diketahui, bahwa
kemajuan dalam pengelolaan keuangan setiap warga negara memberikan andil yang
baik terhadap perbaikan ekonomi Indonesia. Ingat, kemajuan sebuah negara adalah
dilihat dari kemajuan warga negaranya untuk mampu hidup sejahtera, bahkan
modern di bandingkan dengan negara lainnya. Bagaimana dengan negara kita,
Indonesia?
Indonesia sampai detik ini masuk dalam kategori negara
berkembang, meskipun pertumbuhan ekonominya relatif stabil. Perlu diketahui,
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan di atas 5 persen per tahun,
mengindikasikan tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia telah mengalami
kenaikan atau kemajuan dari waktu ke waktu. Apalagi dengan adanya indikator dari kenaikan angka Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita Indonesia yang terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun
2000 PDB per kapita Indonesia berjumlah Rp. 6,72 juta. Sedangkan, pada tahun
2012 angka telah melesat menjadi Rp. 33,34 juta (Stabilitas.co.id, 2014).
Kesejahteraan rakyat Indonesia memang masih
tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara maju lainnya, seperti Jepang, Australia,
Inggris, USA, Jerman, Perancis, Canada, Belanda, Italia, Rusia, China, Swiss
dan lainnya. Apalagi kalau dilihat dari jaminan sosial masyarakatnya, Indonesia belum mendapatkan predikat baik. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan bahwa sekitar 55 persen dari
seluruh rakyat Indonesia belum memiliki jaminan sosial. Adapun 45 persen atau
sekitar 76 juta orang umumnya pegawai negeri dan swasta yang sudah memiliki
jaminan kesehatan masyarakat. Rinciannya, 16 juta orang memiliki Askes, 4 juta
mengantongi Jamsostek, 3 juta mempunyai asurasi komersial, dan 2 juta orang
anggota Jamkesda (Businessreview.co.id, 2013).
Apalagi tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia tercatat
sebesar 28,07 juta jiwa (www.beritasatu.com). Mengapa demikian? Salah satu
faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya masyarakat Indonesia
untuk memahami arti penting Financial
literacy atau yang biasa disebut melek
finansial (kecerdasan keuangan). Melek
finansial adalah kemampuan seseorang memahami keuangan serta kepercayaan
diri untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam mengambil keputusan yang
bersifat keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Di negara-negara seperti
Australia, Jepang, Kanada, Amerika Serikta dan Inggris, melek finansial ini
sudah menjadi program pemerintah, dengan asumsi bahwa jika individu di
masyarakat telah melek finansial akan berdampak baik buat bangsa dan negara (Bewara.co,
2014). Menurut Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad menyatakan bahwa dari sisi
melek finansial, Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara
lain. Apalagi peran anak-anak Indonesia yang tumbuh sebagai bagian dari dunia
yang semakin kompleks di mana mereka akhirnya akan perlu untuk mengambil alih
masa depan finansial mereka sendiri.
Dengan adanya pertemuan Menteri Keuangan tingkat
APEC dari beberapa negara pada tahun 2012 telah mengadopsi sebuah pernyataan
kebijakan yang mengakui pentingnya pendidikan keuangan di sekolah seperti dalam
laporan tahun 2013 The Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) (Sulitnih.com, 2013). Dengan demikian,
Indonesia dituntut untuk bisa memberikan pembelajaran tentang melek finansial
kepada masyarakatnya sejak dini. Kita mengetahui, bahwa pembelajaran tentang melek
finansial (kecerdasan finansial) seperti nyaris tak terdengar (tidak ada
gaungnya sama sekali). Apalagi, kita melihat fakta di lapangan bahwa pengetahuan
tentang keuangan sepertinya menjadi hak esklusif
seorang yang berprofesi di bidang keuangan (perbankan atau pasar modal).
Padahal, seyogianya sejak kecil anak-anak harus dibekali dengan pemahaman keuangan
yang cukup, seperti: bagaimana cara mengelola keuangan, cara menghasilkan uang,
cara membelanjakan uang, berinvestasi, menabung, memakai produk asuransi, dan lain-lain.
Kekurangpahaman tentang keuangan inilah yang menyebabkan aak-anak Indonesia
terlambat untuk bersikap mandiri setelah dewasa. Di negara-negara maju,
anak-anak yang sudah lulus SMA diajarkan untuk hidup mandiri dengan melakukan
pindah tempat tinggal seperti ke kota besar lainnya. Bahkan banyak yang menyewa
apartemen atau flat untuk kuliah
sambil bekerja. Mereka dilatih untuk mengatur keuangan sejak dini (Bewara.co,
2014).
Survey Literasi Keuangan
Dengan adanya berbagai krisis ekonomi yang menimpa
bangsa Indonesia, sebenarnya mengarah pada pemahaman tentang kecerdasan
finansial. Hal inilah yang merupakan indikasi perlunya pembelajaran financial literacy guna memberikan pemahaman
kepada masyarakat mulai dari anak sekolah hingga UMKM dalam pengelolaan yang
efektif. Mengapa financial literacy begitu
penting? Menurut riset dari Organisation
for Economic Cooperation and Development (2005) yang berjudul “Increasing Financial Literacy”, yang
menyatakan bahwa pendidikan atau pengetahuan finansial menjadi semakin
dibutuhkan karena sekarang ini orang sedang dihadapkan dengan instrument financial yang semakin
kompleks. Melek finansial bukan hanya membuat kita menggunakan uang dengan
bijak, namun juga dapat memberi manfaat pada ekonomi suatu negara. Bahkan,
sebuah penelitian di Australia pernah mengungkapkan bahwa peningkatan
pendidikan finansial pada 10 persen populasi akan berpotensi meningkatkan
ekonomi Australia sebesar 6 miliar dollar Australia per tahun dengan cara
membuka 16.000 lapangan kerja baru.
Survey tingkat literasi keuangan pernah
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia yang dilakukan di 20 provinsi
Indonesia semester pertama tahun 2014 dengan responden yang digunakan sebagai
sampel berjumlah 8.000 orang, di mana pemilihan responden dilakukan dengan metode stratified random sampling.
Survey ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat memahami dan
mengevaluasi informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan dengan memahami
konsekuensi finansial yang ditimbulkan. Adapun, tujuan diadakannya survei adalah
1) untuk memetakan tingkat literasi keuangan terkini masyarakat di Indonesia, 2)
sebagai bahan cetak biru strategi nasional literasi keuangan Indonesia, 3) mengukur
efektivitas program edukasi keuangan kepada masyarakat, dan 4) mendorong
lembaga jasa keuangan untuk mengembangkan produk dan jasa keuangan yang
dibutuhkan masyarakat.
Penilaian dari survey tersebut meliputi: 1) Well Literate, masyarakat yang memiliki
pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk
dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan
jasa keuangan, 2) Sufficient Literate, masyarakat yang memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan, 3) Less Literate, masyarakat yang hanya memiliki pengetahuan tentang
lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan, dan 4) Not Literate, masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta
tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan. Hasil
dari survei menunjukan bahwa secara keseluruhan masyarakat Indonesia masih
belum memiliki tingkat literasi keuangan yang memadai. Oleh karena itu, seiring
pendapatan per kapita masyarakat yang terus meningkat sudah sepantasnya harus
diimbangi dengan pemberian edukasi dan sosialisasi soal keuangan yang memadai
agar masyarakat lebih melek finansial (Stabilitas.co.id, 2014).
Financial
Leteracy Dalam
Mengatur Keuangan
Pengetahuan tentang Financial Literacy sangat penting untuk dipahami sejak dini, agar
kita bisa mengatur keuangan kita. Karena keuangan kita tidak bisa berkembang
tanpa adanya campur tangan kita tentang
melek finansial tersebut. Coba kita bayangkan, seandainya kita dipecat dari
sebuah pekerjaan saat ini juga. Sementara pekerjaan tersebut menopang kehidupan
kita, dan pengetahuan finansial kita masih minim sejak dini. Menurut Rahmad
Budi Harto (2014) dalam tulisannya yang mengupas tentang survey sebuah bank
swasta terhadap responden tentang ketahanan keuangan (tabungan) seandainya
diberhentikan dari tempat kerja. Lebih dari setengah responden (52 persen) merasa
tabungan mereka hanya dapat menutupi kebutuhan hidup selama tiga bulan dan 15
persen lagi mengaku tabungan mereka hanya bisa menopang hidup satu bulan saja. Kita
harus memahami bahwa tabungan dalam bentuk apapun merupakan garis pertahanan
ekonomi yang harus diperkuat menghadapi situasi ketidakpastian, selain upaya
memenuhi kebutuhan bulanan dan juga menabung untuk hari tua.
Itulah sebabnya tingkah laku manusia terhadap finansial
sangat dipengaruhi oleh pemahaman finansial yang didapatnya sejak dini dari lingkungan
keluarga. Seperti apa yang dikatakan oleh Godo Tjahjono, Assistant Vice
President PT Sun Life Financial Indonesia, bahwa anak-anak yang melek finansial
akan mampu membaca, memahami, dan mengendalikan keuangannya. Selanjutnya, ada
beberapa aspek dasar yang mesti dipahami seperti konsep uang sebagai alat
tukar. Menurutnya, pengertian yang harus diberikan adalah anak-anak harus
memiliki sejumlah uang untuk dapat memiliki sesuatu yang diinginkan, jika
ternyata uang tersebut tidak cukup maka orang tua harus mengajarkan anak untuk
menahan keinginannya hingga uangnya mencukupi. Orang tua jangan membiasakan
anak mengambil sesuatu sesuka hatinya dan kemudian orang tua tinggal membayar. Ketika
memasuki usia sekolah, orang tua bisa mulai memperkenalkan uang bukan hanya
untuk dibelanjakan, tetapi uang juga dapat disisihkan untuk tabungan atau
disumbangkan kepada yang membutuhkan. Kemudian pada usia sekolah, anak dapat
diajarkan cara mengelola uang. Uang saku yang diberikan secara rutin misalnya
mulai dari SD secara harian, SMP mulai mingguan, dan SMU bisa bulanan. Jadi,
hal terpenting yang perlu ditekankan adalah menanamkan pada anak, bahwa uang
bukan semata-mata untuk jajan, tetapi bisa berfungsi sebagai tabungan untuk
berjaga-jaga atau untuk membiayai sesuatu jika diinginkan.
Banyak hal yang bisa kita berikan
kepada anak dalam mempelajari melek finansial berhubungan dengan uang saku agar
mampu meningkatkan kebiasan baik dan terampil dalam mengelola keuangan secara
mandiri, yaitu: 1) Menabung. Untuk anak usia sekolah dasar sampai sekolah menengah
pertama, tanamkan kebiasaan menabung dengan memberi kebebasan pada anak untuk
menggunakan uang saku. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah orang tua selalu
mendorong anak-anak untuk menyisihkan sebagian untuk ditabung, contoh: membeli barang bernilai tinggi yang
diinginkan; 2) Tabungan Pensiun. Tidak
salah jika kita perlu memberikan pemahaman kepada anak jika mereka nanti
menjadi orang tua dan tidak bisa bekerja lagi, perlu adanya uang pensiun untuk
menopang hidup mereka. Karena, mayoritas orang mulai memikirkan dana pensiun
setelah bekerja; 3) Berinvestasi.
Ketika anak kita usia mulai beranjak naik, anak perlu diajari soal berinvestasi
agar uang simpanan berkembang lebih cepat, seperti mengenalkan anak dengan berbagai
instrumen investasi yang ada mulai dari real estate, kepemilikan usaha, saham,
obligasi, reksa dana, dan sebagainya. Hal ini tidaklah salah, karena semakin
dini semakin baik (Jaka Cahyono, 2011). Oleh sebab itu, akan terjadi perbedaan perputaran
uang sebelum dan sesudah pemahaman melek finansial yang terjadi pada anak kita,
apalagi jika usianya mulai beranjak dewasa yang harus belajar mandiri.
Dengan memahami keuangan, kita dapat
melihat bahwa keuangan yang kita miliki, sebesar 40% untuk modal kerja, 30%
untuk kebutuhan sehari-hari dan 30% lainnya untuk kebutuhan masa depan. Di
sini, kita dapat melihat bahwa anak-anak kita diajarkan untuk peduli dalam
mengelola keuangan dan masa depannya.
Pelan tapi pasti, anak kita pun harus memahami melek
finansial dalam 2 (dua) bentuk laporan keuangan, yakni arus kas (cashflow) yang terdiri dari pemasukan
dan pengeluaran dan aktiva (harta) yang terdiri
dari asset dan liabilitas. Anak-anak kita harus memahami pemasukan (income) seperti gaji, royalti, bunga dan
semua penghasilan yang di dapat dengan menukarkan waktu anda secara langsung
maupun tidak langsung, pengeluaran (expenses) seperti semua biaya hidup mereka
dan keluarganya, serta semua cicilan asset
mereka (bergerak ataupun tidak bergerak). Aset (Asset) merupakan semua hal yang menyebabkan pemasukan (income)
cashflow anda seperti rumah/mobil yang disewakan, royalty dari barang ciptaan,
deviden saham, bunga bank, dan sebagainya, sedangkan liabilitas (Liability) merupakan semua kewajiban
yang masih menjadi beban dan menyebabkan pengeluaran cashflow seperti cicilan rumah, cicilan mobil, pembayaran iuran,
dana pensiun tahunan, kewajiban biaya hidup keluarga, dan sebagainya
(Mulyowiharto.wordpress.com, 2010).
Oleh sebab itu, pemberian edukasi
dan sosialisasi melek finansial menjadi kunci untuk meningkatkan literasi
keuangan di Indonesia. Pemberian edukasi dan sosialisasi pada anak sejak dini
dalam mengelola keuangan mereka dan memahami pentingnya lembaga keuangan
beserta produk-produk yang dihasilkannya diharapkan bisa meningkatkan kemandirian
keuangan sejak dini. Apalagi, saat ini banyak lembaga keuangan yang memberikan
pemahaman melek finansial di sekolah. Studi menunjukkan bahwa kurikulum melek finansial
yang berkualitas dapat membuat siswa lebih termotivasi untuk mempersiapkan
sejak dini kehidupan masa depan yang terencana (Stie-mce.ac.id, 2013).
Sedangkan, menurut sulitnih.com
menegaskan bahwa tujuan pendidikan keuangan adalah untuk meningkatkan pemahaman
dasar dan penting mengenai topik-topik keuangan seperti menabung, belanja,
investasi dan perencanaan keuangan. Dengan begitu ketika para remaja ini tumbuh
dewasa, mereka akan lebih familiar dengan topik-topik ini dan mampu
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman keuangan
yang baik, mereka akan mampu membuat keputusan keuangan dengan baik.
Kontribusi Orang Tua, Guru dan Lembaga Keuangan
Sebagai
orang tua yang lebih dekat secara naluri dengan anak-anaknya, memberikan
pemahaman tentang keuangan menjadi sebuah keniscayaan. Berdasarkan hasil
penelitian dari National CPA Financial
Literacy Commission menyatakan bahwa 30% orang tua mengaku tidak pernah
atau jarang membicarakan perihal keuangan bersama anak-anaknya. Hanya 13% orang
tua membicarakan masalah keuangan sehari-hari. Tetapi, sebesar 67% orang tua
merasa mereka punya ilmu tentang keuangan sehingga bisa mengajari anak-anaknya
tentang menabung (Neraca.co.id, 2014). Pemahaman keuangan pada anak-anak secara
bertahap, seperti sebelum usia sekolah, anak-anak diajarkan untuk belajar
menyimpan atau menyisihkan uang mereka di celengan. Setelah memasuki usia
sekolah, orang tua memberi pemahaman pada anak untuk memiliki target tabungan
dalam jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, kebiasaan menabung agar menjadi
kegiatan rutin. Menurut Godo Tjahjono, Assistant Vice President PT Sun Life
Financial Indonesia juga menegaskan agar anak mengerti bahwa jumlah uang yang
bisa disimpan jauh lebih penting dibandingkan dengan jumlah uang yang didapat. Dengan
demikian, ketika memasuki masa remaja, orang tua harus lebih terbuka tentang
keuangan keluarga pada anak-anaknya. Hal ini dilakukan agar anak sadar bahwa di
dunia nyata tidak ada satu pun pekerjaan yang bisa menjamin kepastian finansial
seumur hidup. Orang tua menanamkan bahwa kecerdasan dan keterampilan finansial
adalah modal yang sangat penting untuk survive
dalam ketidakpastian.
Anak-anak kita harus memahami bahwa masalah keuangan
adalah masalah yang dihadapi setiap orang seumur hidup, dari lahir hingga meninggal. Anak-anak juga perlu memahami bahwa
saat menikah nanti dituntut untuk cerdas secara finansial, mengingat banyak
sekali keputusan finansial yang harus dibuat, dari biaya pernikahan, membeli
atau menyewa rumah/tempat tinggal, biaya persalinan anak, pendidikan anak,
kesehatan, investasi, dan lain-lain. Rumah tangga adalah medan tempur yang riil untuk mengaplikasikan pengetahuan
finansial untuk membangun keluarga melek finansial. Keluarga melek finansial
tak berarti harus kaya raya, tetapi bisa mengelola keuangan dengan baik. Makanya
perlu memberi pemahaman melek finansial pada anak-anak kita agar sejak usia
dini (Bewara.co, 2014). Sama halnya apa yang dikatakan oleh Laura Levine,
direktur eksekutif yayasan nonprofit JumpStart
Coalition for Personal Financial Literacy, yang menegaskan bahwa perlunya menanamkan
sadar uang tidak membutuhkan banyak perencanaan atau pengetahuan. Tetapi, mendorong
orang tua untuk fokus pada hal-hal mendasar, seperti perbandingan belanja dan
pentingnya merencanakan keuangan dan menabung. Saat anak menguasai konsep ini, mereka
akan lebih banyak tahu daripada orang dewasa. Jadi, kunci utama adalah orang
tua memulai sejak dini dan membicarakan topiknya agar bisa dimengerti anak (Parentsindonesia.com,
2014)
Dalam memberikan pelajaran tentang
keuangan di sekolah, peran guru juga sangat berpengaruh terhadap siswa mengenai
keuangan. Pemberian kurikulum melek finansial yang berwawasan nyata akan
memberikan dampak yang luar biasa kepada siswa untuk mempraktekan dalam dunia
nyata. Oleh karena itu, Kurikulum Melek Finansial seharusnya: 1) Harus ada
contoh nyata dari praktek pembelajaran melek finansial, tentang aturan
pengelolaan keuangan yang berlaku dan arah setiap tujuan keuangan yang telah
ditetapkan, serta cara mengantisipasi setiap permasalahan yang mungkin timbul
dari perubahan dinamika kehidupan; 2) Mendorong perencanaan dan pemikiran ke depan.
Permasalahan keuangan dapat dihindari dengan penganggaran yang terencana dan
dapat dipertanggungjawabkan. Jadi siswa harus mendapat pelajaran mulai dari
perencanaan, pengaplikasian dan penganalisaan atas setiap perubahan yang
terjadi; dan 3) Pastikan kurikulum melek finansial tersebut relevan dan terkini.
Informasi keuangan dan permasalahan keuangan harus selalu up to date (Sulitnih.com, 2013). Apalagi jika pengaplikasian ilmu
melek financial yang teradaptasi dengan kurikulum tempat siswa belajar
memberikan kesempatan bagi siswa mengenal pembelajaran pengelolaan keuangan di kehidupan
nyata. Perlu diketahui, saat ini sudah masuk dalam dunia android yang manfaatnya untuk pembelajaran masalah financial literacy memberikan manfaat
yang jelas. Perlu adanya tenaga-tenaga terdidik yang mengajarkan melek financial
sangat agar financial planning di dunia
nyata tidak mengalami kendala. (Stie-mce.ac.id, 2013).
Sosialisasi Produk dan Jasa Keuangan
Cara pengenalan produk dan jasa keuangan yang paling
mudah buat anak-anak kita adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya
menabung untuk masa depan. Banyak bank yang berusaha mendekatkan pemahaman
kepada masyarakat, seperti kalangan pendidikan untuk memahami makna menabung
untuk masa depan. Bank Indonesia (BI) selaku bank central pun berperan dalam
memberikan pemahaman melek finansial kepada masyarakat untuk gemar
menabung. Deputi Gubernur Bank
Indonesia, Muliaman D Hadad, menilai minat menabung masyarakat Indonesia masih
kalah dengan Malaysia, sehingga perlu upaya perbankan untuk terus memberikan
edukasi. Perbankan harus terus mendorong edukasi agar masyarakat melek
finansial sejak dini. Banyak lembaga perbankan yang menciptakan program untuk
membuat anak-anak melek dunia keuangan.
Makanya, memberikan pemahaman tentang financial literacy pada anak-anak sejak
dini, sama halnya berusaha memperkenalkan pendidikan strategi mengatur keuangan
yang bermuara pada sosialisasi pengenalan produk dan jasa keuangan. Dengan
mengenal produk dan jasa keuangan diharapkan anak-anak berkembang menjadi orang
dewasa yang bisa ikut andil dalam perbaikan ekonomi bangsa. Dampaknya setelah
dewasa, anak-anak bisa menjadi bagian dari penduduk Indonesia yang masuk dalam
golongan menengah ke atas. Menurut analisis Boston
Consulting Group pada pertengahan tahun lalu, menyatakan bahwa setiap
tahunnya akan ada sekitar delapan hingga sembilan juta orang Indonesia yang
memasuki kelas menengah (emerging
affluent) dan kelas atas (affluent),
seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi. Indikatornya, adalah bahwa dalam
survey tersebut, sebesar 78% responden mengatakan bahwa mereka tertarik untuk
menggunakan jasa pengelolaan kekayaan (wealth
management), meskipun hanya 11% saja yang sudah menggunakan jasa wealth management tersebut. Survey juga
menunjukkan bahwa 70% responden merasa kondisi keuangan mereka lebih baik
dibanding tahun lalu, 18% yang merasa stagnan dan 13% merasa situasi lebih
buruk. Selanjutnya, untuk menghadapi situasi ekonomi yang tidak kondusif,
sebanyak 48% mengaku tahu persis langkah investasi apa yang akan mereka ambil.
(Rahmad Budi Harto, 2014).
Dengan memahami melek finansial
dalam mengenal produk dan jasa keuangan sejak dini, kita juga dihadapkan pada
berbagai kemungkinan yang tidak pasti, seperti biaya pengobatan secara
tiba-tiba. Apalagi biaya pengobatan di Indonesia setiap tahunnya selalu
bertambah mahal. Dengan memperkenalkan anak-anak kita pada produk dan jasa
keuangan, agar terlahir sosok yang siap segala kemungkinan terburuk. Menurut
laman Businessreview.co.id (2013)
yang menyatakan tentang hasil survei Global Medical Trends Report dari Towers Watson pada 2012 yang
mengeluarkan catatan, bahwa biaya pengobatan kian meningkat dari 10,70 persen
menjadi 13,55 persen per tahun. Padahal, kenaikan pendapatan orang Indonesia
hanya 1,2 persen per tahun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
2011-2012. Dengan demikian, ada kesenjangan yang lebar antara kebutuhan
kesehatan dan ketersediaan dana. Oleh sebab itu, perlunya pemahaman pengelolaan
keuangan yang ditanamkan sejak dini supaya bisa menopang biaya kesehatan yang
kian tinggi. Ada 3 penyebab baiya kesehatan semakin tinggi setiap tahun, yaitu:
1) sebesar 52% dikarenakan biaya
teknologi medis terbaru lebih tinggi; 2) 50% pengobatan yang diberikan kepada
pasien terlalu berlebihan; dan 3) 31% sarana kesehatan untuk memperoleh
keuntungan lebih banyak.
Pengenalan melek finansial pada
anak-anak lainnya adalah pengenalan betapa pentingnya asuransi sebagai jaminan
(perlindungan) masa depan. Apalagi, jika ditambah dengan instrument investasi
lainnya. Semakin panjang horison investasi, semakin besar potensi kekayaan yang
bisa diakumulasi. Terkait dengan proses dan horison waktu tadi, maka kesabaran
dan konsistensi sangat diperlukan (pengendalian emosi). Dengan kata lain, kita
akan mengajari anak-anak kita bahwa investasi tidak berjalan dalam waktu yang
singkat. Perlu kesabaran untuk masa depan (Peacbromo.co.id, 2013). Sedangkan,
dengan mengikuti program asuransi kita akan diberikan jaminan perlindungan yang
maksimal. Sayangnya, ketertarikan terhadap asuransi masih rendah. Menurut Elin
Waty, Chief Distribution Officer PT Sun Life Financial Indonesia mengatakan,
“Berdasarkan survei, sebanyak 70 persen penduduk Indonesia membiayai sendiri
biaya dokter atau rumah sakit. Artinya, kesadaran masyarakat Indonesia untuk
mempunyai asuransi kesehatan masih rendah. Padahal, ia menegaskan, asuransi
adalah sebuah solusi dari kondisi yang tak berimbang tersebut” (Eva Martha
Rahayu, 2013). Sebagai orang tua berusaha untuk memberikan pemahaman betapa
pentingnya asuransi dalam kehidupan.
Akhirnya, memberikan
pemahaman melek finansial kepada anak-anak kita sejak dini dengan pendidikan
keuangan dan sosialisasi berbagai produk dan jasa keuangan sangat bermanfaat
sebagai modal untuk menjalani hidup saat dewasa atau membangun rumah tangga. Perlu
adanya peran orang tua yang memberikan pemahaman sejak dini, guru di lembaga
pendidikan yang menanamkan pembelajaran tentang keuangan kepada siswa dan
lembaga keuangan sendiri dalam memberikan program sosialisasi masyarakat dalam mengatur
keuangan. Perlunya melek finansial sejak dini dikarenakan saat ini kita
dihadapkan pada kehidupan global yang disuguhkan berbagai produk dan jasa
keuangan. Semakin dini anak kita mengenalnya, semakin pandai mengelola keuangan
di saat dewasa. Bukan hanya itu, dengan memahami keuangan, anak-anak kita tidak
akan kaget dalam menghadapi berbagai kemungkinan terburuk saat dewasa. Karena
satu hal, mereka telah mempunyai jaminan atau perlindungan hidup di masa depan
sejak dini.
Referensi:
Bewara.co.
(2014). OJK Dorong Kaum Difabel Melek
Keuangan. Diambil Dari
http://bewara.co/read/2014/07/ojk-dorong-kaum-difabel-melek-keuangan/
Businessreview.co.id.
(2013). Besutan Sun Life Proteksi
Keluarga Sedari Dini. Diambil dari
http://www.businessreview.co.id/bisnis-investasi-3821.html
Cahyono,
Jaka. (2011). Mendorong Anak Melek
Finansial. Diambil dari http://jecahyono.wordpress.com/2011/10/05/mendorong-anak-melek-finansial/
Harto,
Rahmad Budi. (2014). Masyarakat Makin Melek Finansial.
Diambil dari http://m.businessweekindonesia.com/article/read/3496/masyarakat-makin-melek-finansial
Mulyowiharto.wordpress.com.
(2010). Melek finansial. Diambil dari
http://mulyowiharto.wordpress.com/2010/05/31/melek-finansial/
Neraca.co.id.
(2014). Edukasi Finansial Sejak Dini,
Bank Ekonomi Luncurkan Program Mempelajari Diri Sendiri. Diambil dari http://www.neraca.co.id/article/39119/Edukasi-Finansial-Sejak-Dini
Parentsindonesia.com.
(2014). Membesarkan Anak Cerdas
Finansial. Diambil dari http://www.parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=feature&id=2197
Peacbromo.co.id.
(2013). Menata Financial Sedini Mungkin.
Diambil dari http://peacbromo.co.id/menata-financial-sedini-munkin/
Rahayu,
Eva Martha. (2013). Proteksi Keluarga
Sejak Dini dengan Asuransi Kesehatan. Diambil dari http://swa.co.id/business-strategy/proteksi-keluarga-sejak-dini-dengan-asuransi-kesehatan
Stabilitas.co.id.
(2014). Potret Nasional Melek Finansial.
Dambil dari http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=2046&article_type=0&article_category=6&md=e711f6357eee098a4ec0c53105e7ad85
Stie-mce.ac.id.
(2013). Financial Literacy Harus
Diperkenalkan Sejak Dini. Diambil dari http://news.stie-mce.ac.id/2013/02/financial-literacy-harus-diperkenalkan-sejak-dini/
Sulitnih.com.
(2013). Pentingnya Melek Finansial Sejak
Dini. Diambil dari http://sulitnih.com/2013/03/06/pentingnya-melek-finansial-sejak-dini/
Tag:
SUN LIFE
PERLINDUNGAN KELUARGA
MELEK FINANSIAL
KESEJAHTERAAN
Post a Comment for "Pemberian Edukasi dan Sosialisasi sebagai Kunci Melek Finansial Sejak Dini "