MENGANGKAT HARTA GAIB
MENGANGKAT HARTA GAIB
(Part 1)
Namaku …. Satria …
Satria yang berarti pemimpin
yang kuat dan berwibawa. Seorang Manager
perusahaan distribusi di Kota Jakarta yang meninggalkan kampung halamannya demi
menggapai cita-cita yang diidam-idamkannya sejak kecil, yaitu kaya dunia
akhirat. Adil dalam mengeluarkan berbagai kebijakan dalam perusahaan demi
kemaslahatan bersama di lingkungan perusahaan.
Jalan kehidupan manusia
tidak bisa ditebak. Semuanya serba misterius. Karena, semua tertuang dalam
Kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfudz). Hanya Allah SWT-lah yang Maha Tahu
akan seperti apa keadaan manusia di masa depan.
Sama halnya dengan diriku,
Saya tidak akan mampu menebak seperti apa kehidupan 1 jam, 1 hari, 1 minggu
bahkan 10 tahun mendatang. Semuanya serba misterius. Saya hanya berusaha
semaksimal mungkin dan Allah SWT lah yang menentukan.
Saya tidak menyangka bisa
bersentuhan dengan kehidupan klenik alias mistis yang mampu menjungkirbalikkan
logika atau alam bawah sadar seorang manusia. Meskipun ilmu klenik tidak jauh
dari kehidupan keluarga saya, terutama orang tua. Tetapi, saya merasa bahwa saya
sebagai anak ingin hidup wajar-wajar saja.
Jika saya mencintai mencintai
seorang wanita, tidaklah perlu memakai Ajian Semar Mesem, Jaran Goyang, Gejug
Bumi atau apalah-apalah. Tetapi cukup dengan mengeluarkan bahasa gombalan ala
jaman ABG sekarang yang ada di akun social media seperti facebook, twitter,
line, path atau instagram.
Jika ingin terbang atau
berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lainnya, tidaklah perlu
memakai Ajian Meraga Sukma. Tetapi, cukup pesan tiket pesawat terbang atau bis
eksekutif melalui aplikasi traveloka, trivago dan lain-lain, saya bisa berpindah tempat yang satu ke tempat
lainnya dalam hitungan jam. Mudah bukan?
Jika cintanya kepada wanita
yang digandrungi ditolak, kita tidak perlu memakai jasa dukun untuk bertindak
merekatkan hubungan kembali atau membuat ssang wanita yang digandrungi menjadi
sakit atau gila.
Aji-aji dan mantra-mantra
pun nggak perlu dikeluarkan sambil mengeluarkan sesajen yang berballut kemenyan
yang dibakar untuk meluluhkan hati wanita agar mencintai kita. Tetapi, cukup
mengatakan dengan setulus hati untuk bersamanya, “Beb, aku mencintai dirimu
sepenuhnya dan apa adanya. Maka dari itu, aku ingin hidup bersamamu lebih lama
lagi”. Apalagi, jika ceweknya diajak shoping, dijamin ceweknya dari cemberut
menjadi sumringah bukan?
Saya pun mengikuti
perkembangan teknologi terkini seperti orang lainnya. Tetapi, ilmu yang berbau
klenik tetap tidak bisa jauh dari kehidupan kita. Saya pun demikian. Semuanya
berawal dari perkenalan saya dengan Deni yang notabene merupakan anak buah saya
di tempat saya bekerja.di Jakarta.
Hubungan saya dengan Deni
bukan hanya sekedar atasan dan bawahan, tetapi sudah melebihi dari seorang
teman atau saudara. Kami sering bercerita tentang hal-hal yang menarik untuk
dikupas. Dari cerita politik hingga klenik. Beni memang orangnya pintar. Oleh
sebab itu, komunikasi kami sangatlah berarti.
Karena kedekatan kami,
akhirnya kami pun sering berbicara hal-hal yang bersifat pribadi. Saya pun
sering berkunjung ke rumahnya di Purwakarta Jawa Barat. Hal itulah yang membuat
kami semakin dekat. Kadang kami menganggap seperti saudara.
“Den, bapak kamu ke mana. Kok nggak kelihatan?”
tanyaku
“Bapakku udah meninggal be, sejak aku masih
kecil” jawabnya sambil mengambil air putih di kulkas.
“Kamu berapa bersaudara?” tanyaku penasaran.
“Saya lima bersaudara, tetapi 3 kakakku
laki-laki sudah berkeluarga semua dan pisah dengan kami”
“Jadi yang di sini”
“Saya sama kakakku yang perempuan. Kebetulan,
kakak perempuanku kerja di pabrik pulangnya sore”
Kulihat jam di tanganku baru
menunjukkan pukul 1 siang. Ketika kami sedang bercakap-cakap datang seorang ibu
setengah baya yang parasnya masih terlihat cantik. Ternyata ibunya Deni. Saya
hanya tersenyum dan menjawabnya dengan anggukan hormat.
“Loh, temannya kok nggak diajak makan bareng Den?”
Tanya ibunya Beni.
“Sebentar bu, katanya mau sholat dulu”
“Ya bu, saya mau numpang sholat dulu”
jawabku.
“Kalau mau sholat, benerin tuh kamar yang di
belakang, kondisinya masih berantakan” tanya ibunya Deni sambil membawa baki
yang berisi kue ke ruang tamu. Selidik punya selidik, ternyata ibunya Deni
barusan belanja dari pasar yang tidak jauh dari rumahnya.
Setelah melakukan ibadah
sholat, dhuhur, kami diajak Deni untuk makan siang bersama. Kulihat ruangan
yang ada di sekelilingnya. Semuanya berbalut warna biru perabotan-perabotan
klasik. Maklum, almarhum Bapaknya adalah pegawai PLN, jadi warna kesukaan PLN
sangat mendominasi.
Bangunan yang masih terkesan
klasik khas Jawa Baratan membawa alam pikiran saya ke rumah saya di kampung
sebelum dipugar. Rumah yang masih terkesan tradisional dan sangat nyaman untuk
ditempati.
Setelah makan siang bersama,
saya dan Deni pun melanjutkan percakapan di ruang tamu kembali. Obrolan pun
kembali hangat. Saya sudah merasa seperti di rumah sendiri. Sambutan keluarga Deni
yang sangat familiar membuat saya seperti berada di rumah sendiri.
Saya sangat salut terhadap
kehidupan Deni. Meskipun, sudah ditinggal Bapaknya sangat mandiri dalam
menjalani hidup. Tak ada kesan sedih
dalam raut wajahnya. Meskipun bulir-bulir air mata terpaksa menggenang di sudut
matanya ketika membicarakan tentang kebaikan Bapaknya semasa hidup.
Itulah uniknya manusia.
Sehebat apapun jabatan atau titel, mereka akan luluh dan tidak sanggup menahan
air mata ketika diajak berbicara tentang kebaikan orang tunanya. Dalam hatinya
akan merasa bahwa orang tualah yang hanya mampu memberikan kasih sayang yang
tiada tara.
HENING …
Gubrak!! Meooongggg!!! Meoongggg!!!
Suara pertengkaran dua ekor kucing berwarna
hitam dan putih berbalut kecoklat-coklatan terjadi di atas lemari yang berada
di pojok ruang tamu mengganggu keheningan kami. Kedua ekor kucing tersebut
saling beradu dan menyeringai giginya. Sepertinya keduanya ingin saling melahap
satu sama lain.
“Be!”
Beni mengganggu lamuananku.
Jangan kaget, Deni dan anak buahku lainnya memanggilku “Babe” yang berarti
Bapak dalam bahasa Betawi. Karena panggilan tersebut menunjukan sebagai jabatan
tertinggi (Manager) di kantor kami. Bukan hanya itu, panggilan babe menjadi
sangat familiar, karena menunjukan sosok yang melindungi anak buahnya.
Lamunanku yang sedang fokus
memandang pertengkaran kedua kucing yang berakhir dengan kejar-kejaran menjadi
buyar.
“Oh ya, Den …. Saya jadi ngelamun nih”
“Babe masih ingat nggak tentang harta gaib yang
pernah saya ceritakan sebulan lalu di Jakarta”
“Sorry …saya agak lupa nih. Tak ingat-ingat
dulu!”
“Ingat be!” Deni menegaskan kembali.
Pandangan mataku agak
sedikit merem. Bukan begaya. Emang lagi bingung mikirin agar bisa secepatnya
ingat. Kuangguk-angguk kepalaku seperti orang gila. Jari telunjuk tanganku
diketok-ketok di bagian kepala sampingnya. Dan masih belum ingat juga. Gila!!
Yang mana ya, pikirku.
“Waktu ngomong di mana ya?” Tanyaku pada Deni
kembali.
“Waktu di Jakarta … ITC be!!” kalimatnya agak
meninggi.
Dia berharap agar saya bisa
mengingatnya kembali tentang obrolan yang pernah dibicarakan dulu. Berkali-kali
dia berussaha untuk mengingatkan kembali obrolan tentang Harta Gaib yang pernah
dibicarakan tempo dulu.
“Ooooohhh … sori ---sori Den, saya baru
ingat. Yang, masalah harta gaib yang mau diangkat dekat rumahmu, yang katanya
dekat empang kan?”
“Nah, itu … babe baru ingat!” Beni tersenyum
lebar melihat ingatan saya mulai terbuka.
“Saya penasaran ingin bicara masalah harta
gaib sama babe”
“Maksudnya gimana nih?” Saya pun semakin
penasaran dan mencoba menerka apa yang akan dibicarakan Deni terhadapku.
“Begini be. Leluhur saya kan keturunan Prabu
Kian Santang yang sangat terkenal di tanah Pasundan. Dulu waktu bapak saya
belum meninggal sering ngobrol masalah harta gaib peninggalan leluhur kerajaan
masanya Prabu Kian Santang itu”
“Emang hartanya taruh di mana?”
“Ya, di tempat sekarang yang berubah jadi
empang”
“Emang empangnya di sebelah mana?”
“Tidak jauh dari sini be! Kurang lebih 50
meter di sebelah barat rumahku” katanya meyakinkan.
Benar, empang yang
ditunjukkan lokasinya oleh Deni memang menjadi pembicaraan hangat di
kampungnya. Suatu hari, empang yang biasa menjadi tempat mancing warga sekitar
menjadi heboh ketika salah seorang warga yang melihat kejadian aneh sekitar jam
6 sore menjelang maghrib.
Masih ingat dengan wujud
kereta kencana Nyi Roro Kidul dalam cerita Jawa yang berbalut serba keemasan?
Tidak berbeda dengan wujud kereta kencana yang muncul dari dasar empang
tersebut.
Seorang warga (sebut saja
namanya Deden) mengetahui dengan kepala sendiri seorang gadis cantik bak Ratu
Nyi Roro Kidul dengan kendaraan kereta kencana berbahan emas yang ditarik oleh
2 ekor kuda berbadan tinggi. Warga yang melihat fenomena tersebut tidak bisa
berkata apa-apa, melongo dan pingsan ketika kereta kencana muncul pelan-pelan
dari dasar empang menuju langit.
Kereta kencana dan sang dewi
cantik tersebut menghilang sebentar di langit karena semakin menjauh, lalu
muncul lagi menukik pelan-pelan menuju dasar empang kembali. Warga tersebut
semakin melongo dan pingsan di tempat dengan kondisi tangan masih memegang alat
pancing.
Setelah sadar, warga yang
pingsan tersebut memberitahukan kejadian gaib yang pernah diketahuinya kepada
beberapa warga yang bisa dipercaya untuk memegang informasi agar tidak bocor ke
mana-mana. Termasuk, Deni yang notabene pemuda yang sangat familiar di kampung
tersebut.
Munculnya fenomena kereta
kencana berbalut emas yang dikendarai oleh gadis cantik tersebut memberikan
keyakinan Deni bahwa di empang tersebut benar-benar telah bersarang harta gaib
yang tak ternilai harganya. Tetapi, bagaimana cara untuk mengambilnya menjadi Pekerjaan
Rumah yang tidak bisa terpecahkan hingga kini.
Harta gaib yang ada di dasar
empang tersebut telah beberapa kali dicoba untuk diangkat secara supranatural
oleh warga yang pertama kali melihat kejadian aneh tersebut. Dia dan beberapa
temannya, termasuk Deni berusaha sekuat tenaga untuk mencari paranormal yang
mampu mengangkat harta gaib dari Jawa Barat hingga Sumatera. Tetapi, hasilnya
nihil alias tak mampu.
Menurut warga bahwa harta
gaib tersebut jika diangkat dan diketahui pemerintah, maka akan menjadi milik
pemerintah. Oleh sebab itu, beberapa warga berupaya untuk mengangkat harta gaib
tersebut secara sembunyi-sembunyi. Deni pun pernah berupaya untuk mencari
paranormal dan meminta bantuannya untuk harta gaib tersebut dengan cara muncul
di tempat yang diinginkan atau tersembunyi.
Jika, paranormal berada di
Sumatera maka harta gaib tersebut bisa diangkat dan muncul di dalam rumah di
Purwakarta. Jadi, tidak bisa diketahui masyarakat luas yang akan menjadi
pembicaraan hebat. Semua paranormal yang dimintai tolong hanya mampu mengangkat
harta gaib tersebut muncul di tempat harta gaib berada (empang dan sekitarnya).
Kalau harta gaib tersebut muncul di sekitar empang, maka akan menjadi geger
warga sekitar.
Oleh sebab itu, usaha
mencari paranormal yang mampu mengangkat harta gaib di tempat tersembunyi atau
yang diinginkan menemui jalan buntu. Sayup-sayup berita tentang keberadaan
harta gaib di empang tersebut seperti angin malam yang berhembus pelan-pelan
dan hilang ditelan bumi. Push … lenyap!
Tetapi, Deni yang kini ada
di hadapanku sepertinya serius ingin membicarakan tentang harta gaib tersebut
yang telah mangkrak beberapa tahun belakangan. Saya pun mulai teringat
pelan-pelan tentang harta gaib yang pernah dibicarakan dulu.
Harta gaib yang membuat
warga di sekitar rumahnya seperti orang gila dan mengjungkirbalikkan logika.
Banyak orang yang bernyali kuat untuk datang merenung atau bertapa di sekitar
empang. Mereka berharap bisa bertemu sang dewi cantik yang mengendarai kereta
kencana berbalut emas dengan 2 ekor kuda tinggi besar yang menariknya.
Warga juga ingin nasib baik
bisa menghinggapi dirinya seperti salah satu warga mereka yang ketiban pulung
melihat dengan mata kepala sendiri betapa cantik dan semampainya sang dewi
mengendarai kereta kencana. Mereka berharap bisa bertemu langsung dan
mengeluarkan permohonan kekayaan. Sungguh, logika jungkir balik yang tidak
bissa dikekang lagi.
“Babe dulu pernah bilang sama saya. Katanya
punya kenalan orang pintar yang bisa mengangkat harta gaib” kata Deni. saya
mulai mengingatnya kembali apa yang pernah saya katakan tempo dulu.
“Ya, saya waktu itu cuma bicara sekilas.
Memang, kalau di Jawa Timur banyak orang pintar. Cuma masalah orang pintar yang
bisa mengangkat harta gaib saya belum bisa memastikan. Namanya juga ngomong
sekenanya Den!” jawabku ngeles.
“Begini be. Kalau babe bisa nyariin orang
pintar yang bisa mengangkat harta gaib tersebut, nanti hartanya kita bagi dua
be. Jadi pembagiannya begini be, sepertiga untuk orang pintarnya, kemudian
sisanya kita bagi dua be. Gimana?”
“Ya, nanti saya usahakan kalau pulang kampung
ke Ngawi (Jawa Timur). Tapi, sori saya nggak janji loh Den. Kalau ada … ya tak mintain
tolong, kalau nggak ada ya jangan berharap terlalu banyak” kataku agak sedikit
bijakssana.
Kulihat roman muka Deni agak
sedikit sumringah, ketika saya berusaha untuk mencarikan orang pintar yang bisa
mengangkat harta gaib. Meskipun, informasi tentang harta gaib tersebut bagi
saya hanyalah angin lalu saja. Tetapi, dalam hati saya juga berontak dan
penasaran pengin tahu lokasi yang dianggap sebagai pusat harta gaib berada.
“Babe pengin tahu empangnya di mana?. Dekat
kok dari sini” Tanya Deni menawariku.
“Ayo, penasaran saya ingin melihatnya”
jawabku.
Kami bergegas menuju empang
yang menurut warga sekitar termasuk Deni merupakan harta gaib berada. Tidak
lama memang, kurang lebih 15 menit setelah kami melewati puluhan rumah warga,
jalan yang kadang naik dan menurun kami sampai di tempat yang dituju.
EMPANG …
Tidak berbeda dengan empang
kebanyakan. Luasnya pun tidak berbeda dengan luas lapangan futsal sekarang.
Hanya bentuknya yang sedikit bundar dan rumput alias semak-semak yang
mengelilinginya membuat kondisi empang menjadi rimbun dan sedikit memberikan
kesan mistis.
Ketika kami mendatanginya
tepat setelah adzan Ashar berkumandang. Dan sebelumnya, kami sudah sholat Ashar
di rumah Deni sebelum mendatangi empang tersebut. Kondisi empang sungguh sepi.
Mungkin, karena di sekelilingnya masih tanah kosong yang belum ada rumah yang
berdiri.
“Ini be, empangnya” kata Beni
“Cuma kayak gini, banyak harta gaibnya”
jawabku sekenanya.
“Ya, banyak orang be yang sudah tahu bahwa di
dasar empang banyak harta gaibnya. Kalau kita bisa mengangkatnya, kita bisa
kaya mendadak be!” jawab Deni penuh semangat.
“Ah, kamu jangan terlalu berhayal”
“Serius be!”
“Ya, nggak usah ngegas gitu. Nanti nabrak
orang tahu!”
Tanpa terasa aura mistis pun
terjadi. Bulu kuduk saya tanpa terasa berdiri. Bukan hanya itu, angin berhembus
mengenai wajahku dan menggoyang-goyang rambutku. Padahal saat itu, saya tidak
melihat dedaunan pohon-pohon tinggi yang berada di sekitar empang bergerak
karena tiupan angin.
“Persetan gaib” pikirku. Saya mencoba
singkirkan pikiran negatif jauh-jauh.
“Kalau babe bisa ketemu dengan orang pintar
di Ngawi yang bisa mengangkat harta gaib, kaya kita be” Deni meyakinkan saya
kembali sambil menendang rumput yang ada di pinggir empang.
“Ya, akan saya usahakan. Tetapi, saya tidak
berjanji. Kebetulan, minggu depan saya akan pulang ke Ngawi karena ada
keperluan keluarga” jawabku.
“Sip be, saya tunggu info secepatnya”
“Ya … yuk, kita kembali ke Jakarta. Nyari
duit lagi” jawabku mengakhiri kunjungan ke empang gaib.
Sebelum kami kembali ke Jakarta untuk bekerja
melakukan aktifitas kembali, kami mampir sebentar di rumahnya Deni. Katanya,
ibunya Deni sudah menyiapkan oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta. Karena besok
senin, kami harus bekerja kembali demi penghidupan lagi.
Denpasar, 3 April 2016
Post a Comment for "MENGANGKAT HARTA GAIB"