Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEMIMPIN PROFETIK DAN KECERDASAN SOSIAL TINGGI



PEMIMPIN PROFETIK DAN KECERDASAN SOSIAL TINGGI
Oleh Casmudi, S.AP



            Calon pemimpin bangsa yang tercetak dari Pilpres 2014 nanti merupakan harapan rakyat. Rakyat harus berpikir bijak dan cerdas menentukan pilihan. Perlu diingat, arah bangsa Indonesia akan dibuat seperti apa 5 tahun ke depan. Saat ini, Indonesia kian terpuruk  karena berbagai kasus besar yang belum bisa diselesaikan. Dari kasus Century yang merugikan keuangan negara hingga 6 triliun, kasus korupsi yang menggurita dari pusat sampai daerah, birokrasi yang “bobrok”, law enforcement yang tebang pilih sampai kasus buruh migran (TKI) di luar negeri yang tinggal menunggu hukuman mati. Sungguh membuat air mata tak mampu terbendung lagi. Kejadian yang tidak pantas terjadi.
Kepemimpinan Nasional Transaksional
            Pemimpin bangsa harus mampu memberikan bukti nyata kepada rakyatya. Hubungan pemimpin dengan rakyat adalah hubungan yang saling mengikat dalam janji yang harus dipertanggungjawabkan saat kampanye. Menurut Ibnu Anshori, menjadi pemimpin mempunyai beban dan tanggung jawab lebih berat. Kasman Singodimejo juga mengatakan bahwa “leader is lijden” (pemimpin adalah menderita). Seorang pemimpin harus berjuang demi rakyat yang dipimpinnya dan lebih memprioritaskan kepentingan bersama (society) dibandingkan dengan kepentingan pribadi (individu).
            Ada dua (2) analisis mendasar atas pola kepemimpinan nasional yang terjadi di Indonesia, yaitu: 1) Rendahnya karakter kepemimpinan yang dimiliki pemimpin Indonesia, dan 2) Kepemimpinan sekarang dibangun dengan politik pencitraan yang bersifat semu. Pemimpin berkata siap membela kepentingan rakyat, tapi di belakang layar bertransaksi menjual aset strategis bangsa dan menciptakan kebijakan yang merugikan rakyat Indonesia. Pemimpin kita terlahir dari politik uang (politik transaksional). Mereka menggunakan dana besar untuk meminang suara rakyat. Budaya  Wani piro (berani bayar berapa)” akhirnya merebak.
           Dampak mengerikan dari politik transaksional yakni minimnya kelahiran pemimpin terbaik yang terdidik dan mencerahkan. Sejarawan Anhar Gonggong pernah mengkritik keras bahwa kepemimpinan Indonesia dahulu lahir dari generasi terdidik dan tercerahkan seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lainnya. Tetapi, pemimpin Indonesia sekarang melahirkan kelompok intelektual terdidik, tapi tidak tercerahkan sehingga melahirkan pemimpin koruptif pada semua lingkup.
Pemimpin Profetik Dengan Kecerdasan Sosial Tinggi
           Rakyat Indonesia merindukan sosok pemimpin yang berorientasi pada kepentingan rakyat Indonesia yang berdaulat. Pemimpin yang memiliki kecerdasan sosial tinggi dan bisa menempatkan diri sebagai manusia biasa. Pemimpin yang setiap saat tampil bersama rakyat. Pemimpin yang mau membuka diri berdialog dengan rakyat tanpa penghalang untuk berhubungan langsung. Rakyat butuh pemimpin yang meneladani karakter nabi (profet) yang disebut Pemimpin Profetik. Pantaslah, jika nabi menduduki posisi pertama di antara 100 tokoh dunia yang paling berpangaruh di dunia (Michael H. Hart, 1978).
          Pemimpin Profetik adalah pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan nabi. Sosok pemimpin yang mampu menterjemahkan gagasan ke dalam realitas sosial dengan spirit ilahiyah (pendidik dan mencerahkan). Kepemimpinan profetik dipandang sebagai pola kepemimpinan yang paling sukses dalam membentuk sebuah tatanan kehidupan manusia yang berkualitas. Pemimpin profetik mampu mentransformasikan model kepemimpinannya pada semua lingkup atau organisasi.
         Nabi Muhammad SAW adalah bukti authentic dan riil sebagai model pemimpin yang berhasil dalam segala aspek kehidupan. Ada sahabat nabi seperti Khalifah Umar Bin Khattab yang berani mengatakan “Jika rakyatku kelaparan, maka Umarlah yang pertama kali merasakannya. Jika rakyatku kenyang, Umarlah yang terakhir kali merasakannya”. Di Indonesia ada Soekarno dan Hatta. Atau Sri Sultan Hamengku Buwono IX (raja dan pejuang). Sebagai raja yang berdaulat, kesadaran dan cintanya kepada Indonesia, HB IX dengan sukarela menyerahkan wilayah kerajaan Yogyakarta menjadi bagian dari NKRI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
          Pemimpin profetik mempunyai karakter, antara lain: 1). Shidiq/jujur (mengedepankan integritas moral (akhlak), satunya kata dan perbuatan, kejujuran, sikap dan perilaku etis), 2). Amanah (mengahadirkan nilai-nilai tanggung jawab, dapat dipercaya, dapat diandalkan, jaminan kepastian dan rasa aman, cakap, profesional dalam melaksanakan tugas), 3). Tabligh  (kemampuan komunikasi secara efektif, memiliki visi, inspirasi dan motivasi yang jauh ke depan), 4). Fathanah/cerdas (kecerdasan, baik intelektual, emosional maupun spiritual, kreativitas, peka terhadap kondisi yang ada dan menciptakan peluang untuk kemajuan), 5). Istiqamah/konsisten (taat azas (peraturan), tekun, disiplin, pantang menyerah, bersungguh-sungguh, dan terbuka terhadap perubahan dan pengembangan), 6). Mahabbah/cinta (mengutamakan ajaran cinta bukan kebencian dan pemaksaan), dan 7. Shaleh/ma'ruf (ketaatan kepada Allah dan mendarmabaktikan dirinya untuk kesalehan, kearifan dan kebajikan bagi masyarakatnya).
          Pemimpin profetik membawa misi mulia, yaitu: 1).  Menyuruh kepada yang baik (ta’muruna bil ma’ruf/humanisme), 2). Mencegah dari yang buruk (tanhauna anil munkar/liberasi/pembebasan), dan 3). Beriman kepada Allah (tu’minuna billah/transedensi/ kesadaran ilahiyyah). Oleh karena itu, banyak pemimpin kita yang mempunyai kecerdasan inteligensia tinggi. Namun, kecerdasan inteligensi tinggi tidak memberi jaminan bisa bertindak lebih bijak dan arif dalam kehidupan sosial. Pemimpin perlu meninggikan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial tinggi merupakan modal utama pemimpin profetik.
          Pemimpin yang mempunyai kecerdasan sosial tinggi berawal dari timbulnya kecerdasan spiritual (Titik Tuhan atau God Spot). Mempunyai rasa kepedulian sosial tinggi, pemimpin profetik mampu menyatu dengan jiwa rakyat hampir tanpa batas guna mencapai tujuan kolektif. Bahkan, pemimpin profetik mampu berkomunikasi dengan rakyat tanpa pengawal dan protokoler. Itulah bukti nyata pemimpin profetik yang memiliki kecerdasan sosial tinggi. Pemimpin profetik yang mempunyai kecerdasan sosial tinggi mampu menempatkan diri sebagai manusia biasa tanpa melepaskan  tanggung jawab sosial-politiknya.
           Pemimpin profetik tidak henti-hentinya membuka diri untuk berdialog dengan rakyat untuk mengetahui permasalahannya tanpa intervensi protokoler. Pemimpin profetik memahami, bahwa protokoler merupakan penghalang rakyat untuk berhubungan langsung dengan sang pemimpin. Oleh karena itu, hanya pemimpin profetik yang mempunyai kecerdasan sosial tinggi  
yang bersedia secara gigih (tanpa pamrih) memperjuangkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya agar kesejahteraannya meningkat. Pemimpin profetik mempunyai prinsip “sing penting rakyat iso gemuyu” akan membuatnya bahagia.

Referensi:
Mansyur, Wasid. (2013). Membumikan Kepemimpinan Profetik.

*) Juara II  Karya Tulis tentang "Kepemimpinan Profetik" yang diselenggarakan oleh 
    Bapak Parni Hadi.

Post a Comment for "PEMIMPIN PROFETIK DAN KECERDASAN SOSIAL TINGGI"